Sabtu, 22 Juli 2017

Misteri Kisah Nyata Hantu Kepala Tanpa Badan Tempat Angker Jembatan Gantung

Garasitogel-mistik - Hantu tanpa kepala arwah orang meninggal penggalan kepala korban penculikan kerap terlihat di tempat angker ini yaitu di jembatan gantung Kemunculannya sering membuat kaget dan ketakutan para pengguna Jalan. Bahkan ada pula yang nekat bunuh diri. Lantas bagaimana menyiasati kondisi tersebut.

http://garasigaming.com/

kisah nyata hantu tanpa kepala sudah bukan menjadi rahasia lagi jika jembatan yang berada di ujung barat Gowasari dari sisi timur Jurang jero itu, tergolong tempat yang masih diselimuti daya mistik tinggi. Menurut warga setempat, itu semua terjadi karena di lokasi tersebut menjadi sentral gaib arwah  gentayangan.Atas dasar kondisi tersebut, maka kalangan spiritual selalu menyarankan, siapa saja yang bermaksud melintasi jembatan itu, untuk lebih dulu mempersiapkan lahir dan batin seutuhnya. Hingga sekarang, sudah banyak cerita hantu nyata peristiwa yang jauh dari nalar yang bisa menjadi bukti kemistikan tempat angker jembatan itu.

Secara fisik, kondisi jembatan diatas sungai berbatu itu tidak ada yang aneh, sama seperti jembatan lain pada pada umumnya. Bahkan, bila memandangnya sekilas, sulit menemukan kesan angkernya. Namun menurut mbok Juminem, Ia bisa merasakan ura keangkeran lokasi tersebut. Yakni bulu kuduknya selalu merinding setiap kali melintas disana bila berangkat maupun pulang dari pasar Bunder.

Lebih jauh wanita berusia 61 tahun itu mengungkapkan, penyebab keangkeran kawasan itu adalah karena bercokolnya hantu gentayangan disana.Hantu kepala tanpa tubuh itu, menurutnya, juga disetiap tahunnya memburu sedikitnya satu orang yang melintas di atas jembatan tersebut.

Dan hingga kini, entah sudah berapa banyak jumlah korban keusilan hantu tanpa kepala itu.Namun yang pasti, meski sedikit menurun, warga pengguna jembatan yang bercat hijau itu haruslah hati-hati saat melintas.Bukan hanya gangguan hantu kepala yang mesti dihindari, tetapi saat menapaki titian jembatan haruslah berhati-hati, karena papan-papannya sudah usang dan lapuk.

Uniknya lagi, arwah gentayangan yang sering mengusili warga yang ditemuinya di atas jembatan, mempunyai hobi aneh. Utamanya, arwah hantu kepala itu paling sula menggoda para wanita bakul ayam yang melintas di atas jembatan. Terlebih pada malam hari.Hal itu memang dirasakan pula oleh mbok Juminem. Bahkan nenek yang térlihat masih Iincah itu, mengaku, mempunyai pengalaman mistik dengan sosok hantu kepala yang hingga sekarang tak bisa terlupakan. Peristiwa itu terjadi pada satu malam di bulan Syuro, ketika dirinya melintas di jembatan angker itu saat pergi ke pasar.

Mbok Minem, Janda yang memang dikenal sangat pemberani, mengisahkan pengalaman kisah nyata hantu tersebut. Termasuk dalam menghadapi hal-hal yang mistik.Meski hal itu kini tinggal kenangan. Sebab, akibat diusili arwah hantu kepala, telah membuat nyalinya tak seberani dulu lagi. Sekarang jangankan di suruh pergi ke makam sendirian, untuk melewati jembatan itu saja harus menunggu orang yang akan melintas. Meskipun itu terjadi pada siang hari, terlebih pada malam hari Ia tak berani melakukannya.

Mbok Minem, demikian panggilan akrab wanita asal desa Kampunan tersebut. Diceritakan, pagi itu, seperti biasanya, beberapa jam sebelum terdengar adzan subuh, dirinya pergi ke pasar tradisional, pasar Bunder.Meski waktu itu sebenarnya merasa capek setelah seharian ‘petik brambang’ di rumah tetangga, namun ia nekat berangkat juga. Sebab, ayam-ayam hasil kulakannya harus segera di jual kembali. Dengan begitu, modal pokok yang setiap hari diputar, akan terus berkembang meski pun Ia hanya dapat untung sedikit dari hasil kulakan.

Dengan mengenakan baju atasan dari kain jarit dan terusan bawah kain batik lasem, mbok Minem meninggalkan rumah setelah lebih dulu mengunci pintu.la berjalan sendirian di jalan kampung yang tak memiliki lampu penerangan. Ia terus berjalan menerobos dinginnya udara malam kawasan pegunungan.

Suasana sepi tak membuatnya mengurungkan niat. Sementara, tak seorangpun tetangga yang berniat sama seperti dirinya. Mereka lebih memilih tidur, dari pada capek-capek ke luar rumah.Mbok Minem yang ditinggal suaminya tujuh tahun silam itu, semakin jauh meninggalkan rumah. Meski tidak menggunakan lampu sorot (senter), ia dapat melakukan perjalanan dengan lancar. Pasalnya, malam itu rembulan cukup mampu menerangi jalan yang dilewatinya. Ia berjalan sambil memegangi ujung kedua kain yang di tali simpul.

Sementara punggungnya menahan beban bronjong seni yang diisi beberapa ekor ayam yang telah diikat kakinya. Untuk sedikit mengurangi rasa dingin yang masih terasa, ia terus berjalan tanpa memperdulikan suasana sekitar. Namun nenek bercucu dua itu.tidak tahu, saat itu sudah pukul berapa. Sebab, ia tidak memiliki alat penunjuk waktu, baik weker maupun jam dinding di rumah.

Bagi mbok Minem, jam memang tak begitu penting. Satu-satunya alat penunjuk waktu yang dijadikan acuan, yaitu Matahari. Selama ada matahari, berarti siang dan waktunya bekerja.Sedang kalau matahari tenggelam, berarti hari sudah malam dan waktunya untuk istirahat.Tapi karena waktu itu modal untuk kulakan lagi sudah tidak ada, mbok Minem lebih memihih untuk tidak istirahat.

“Istirahat bisa tiap malam, tapi kalau modal sudah habis, mau apa lagi, terpaksa harus jual yam-ayam hasil kulakan tiga hari yang lalu,” demikian ia beralasan.

Setelah menyusuri jalan desa hampir satu jam Iamanya, mbok Minem akhirnya sampai di ujung jembatan gantung yang melintang diatas sungai gowasari. Tak ada jalan lain baginya, untuk tidak menggunakan jembatan tersebut. Karena jembatan itu merupakan satu-satunya akses yang menghubungkan desanya dengan jalan utama yang menuju ke arah pasar tradisional di kota.

Sungai Gowasari yang cukup dalam, memang menjadi pembatas antara desa dimana dirinya tinggal dengan desa Jurang jero. Meski air sungai jarang meluap, namun bagi orang yang tidak biasa melewati’ jembatan gantung, akan ketakutan. Karena, kondisi sungai gowasani yang curam dan penuh batu di dasarnya, terlihat sangat curam. Tapi bagi mbok Minem yang lahir di Batujamus, melewati jembatan gantung itu sudah hal yang biasa. Tak ada rasa kuwatir dan takut sama sekali, meski saat melewati jembatan tersebut akan bergoyang-goyang. Jangankan melewatinya sendirian, bersama puluhan orang sekaligus pun tak membuatnya ketakutan. Ia sudah tahu dan percaya akan kekuatan jembatan tersebut.

Mbok Minem baru saja hendak menapakan kakinya di jembatan itu. Namun, mendadak ia menghentikan Iangkah, lantaran mendengar bunyi suara,’ Koook... k000k.. .kokokokokokokokkk’, seperti suara ayam betina yang sedang birahi.

Suara ayam itu didengarnya begitu dekat, seperti diseputar pangkal jembatan. Karenanya, setelah menghentikan langkah, ia langsung mengarahkan perhatian ke asal suara. Di carinya ayam yang bersuara cukup keras itu.

Akan tetapi, meski beberapa lama mengamati sekeliling, Ia tak kunjung melihat sosok ayam tersebut. Dan secara perlahan, suaranya pun telah tidak terdengar lagi. Namun begitu, mbok Minem tak Iangsung melanjutkan penjalanannya. Ia justru sibuk’memeriksa ayam-ayamnya yang tak bersuara dalam bronjong seni di balik punggungnya.

Awalnya, mbok Minem menduga suara itu berasal dari ayamnya yang lepas. Meski agak cemas, Ia tetap saja berharap ayam itu muncul kembali. Beberapa lama menunggu suara ayam itu terdengar lagi. Dan, harapannya memang jadi kenyataan.Tak lama suara ayam itu terdengar lagi, tetapi agak jauh dari tempatnya berdiri. Yaitu dari arah semaksemak, beberapa meter sebelum pangkal jembatan Mbok Minem IaIu beranjak dan dengan hati-hati melangkah mendekati semak yang penuh dengan rumput ilalang itu.

Namun, saat dirinya sudah mendekati tempat itu, suara ayam tersebut mendadak lenyap lagi. Mengira si ayam takut setelah kedatanganya yang akan menangkapnya, la pun lalu menunggu sambil duduk di dekat semak. Tapi, belum sempat dia meletakan pantatnya, suara ayam itu sudah kembali tendengar. Dan kali itu, suaranya terdengar persis di depan mbok Minem. Maka, tanpa buang waktu lagi, meski belum terlihat wujud ayamnya, ia Iangsung menubruk semak-semak tersebut dengan gerakan cepat.

Seekor ayam memang berhasil ditangkap. Sudah barang tentu, hal itu membuatnya sangat senang.Apa lagi ayam itu sepertinya sudah jinak, diam saja ketika berada dalam pegangan tangannya. Tidak mau menyia-nyiakan rejeki yang didapat secara gratis, mbok Minem lantas membawa serta ayam tersebut untuk dijual juga. Dengan demikian ia akan memperoleh keuntungan yang Iumayan besar, nantinya. Sebab menurutnya, ayam betina yang diperolehnya dengan gratis itu ternyata fisiknya Iebih besar dari pada ayam-ayam yang ada dalam bronjongnya sendiri.

Ia lantas membawa ayam tersebut dengan cara mengapitnya (mengempit) di lengan tangan kanannya. Baru saja kakinya melangkah, tepat ketika berada di tengah badan jembatan, Ia merasakan ayam temuannya mendadak berat. Namun oleh mbok Minem, perubahan itu belum disadarinya.

Begitu pula saat dirinya mendengar suara, “Asyik. . .asyik asyik “. Hingga begitu lama ia belum juga menyadarinya, jika suara ayam itu berasal dari apitan Iengannya. Maka ia pun tetap saja berjalan dengan santai.

Namun, lama kelamaan, dirinya merasa curiga juga pada ayam yang diapit lengannya itu.Pasalnya, bobot ayam itu terus bertambah berat.Dan suaranya semakin jelas terdengar. Maka untuk membuktikan kecurigaannya, Ia segera mengangkat ayam itu. Dan, la pun kaget setengah mati begitu melihat apa yang dipegangnya. Ternyata, bukan ayam betina lagi, tetapi sepenggal kepala manusia dengan wajah menyeringai.

Mbok Minem bukan hanya kaget, tapi juga ketakutan setengah mati. Lebih-lebih ketika itu, penggalan kepala tersebut tampak menyeringai kepadanya, sehingga terlihat giginya yang runcing dan matanya melotot. Dan, akhirnya penggalan kepala itu tertawa mengejek mbok Minem yang ketakutan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar