Senin, 31 Juli 2017

Dendam dari Alam Kubur – Bagian 2

http://garasigaming.com/

Garasitogel-mistik - Kini, sudah lebih dari dua puluh tahun semenjak pertama kali Agbenyaga mencoba trik kabut hitam untuk menjebak calon korbannya. Rahasianya masih tetap aman karena Agbenyaga membuat korban-korbannya seolah mengalami kecelakaan atau perampokan.

Ada juga yang seperti dimakan oleh hewan liar. Korban biasanya ditemukan beberapa jam setelah kematian sehingga wajar jika dianggap meninggal akibat kehabisan darah.

Ada kalanya Agbenyaga beruntung, mendapat lebih dari satu korban. Seperti saat sebuah mobil berisi satu keluarga yang terguling. Empat orang meninggal seketika, sementara seorang bayi masih hidup. Agbenyaga memilih seorang anak kecil dan seorang perempuan muda yang dia yakini adalah ibu dari si anak dan bayi. Usai merampungkan hasrat, Agbenyaga membawa si bayi ke rumahnya.

Namun, sedikit demi sedikit warga Hiamankyen mulai menaruh curiga karena sekarang semakin sering terjadi ‘kecelakaan’ di lokasi yang tidak terlalu berjauhan. Kondisi tubuh Agbenyaga yang sudah mulai renta tidak memungkinkan dia berjalan puluhan kilometer seperti saat dia masih berusia 40an.

Agbenyaga pernah berpikir untuk pindah ke tempat lain, namun desa mana yang kira-kira akan memberinya perlindungan seperti di Hiamankyen. Dia lahir di sini, begitu pula dengan leluhurnya. Setidaknya penduduk desa tidak akan pernah berani menuduhnya secara terang-terangan, apalagi sampai menggeruduk rumahnya. Jadi, yang paling penting sekarang adalah makin berhati-hati dan tetap sabar.

Beberapa hari lagi bulan mati akan tiba. Agbenyaga mulai menyiapkan segala keperluan untuk ritual rutinnya. Tangannya sibuk menumbuk ramuan, sementara matanya memandangi anak-anak yang baru pulang beribadah di hari Minggu sore. Agbenyaga bukan sedang menikmati keceriaan polos dan celoteh riang anak-anak tersebut, dia sedang mengawasi mereka.

Beberapa minggu yang lalu, seorang bocah berhasil menyelinap diam-diam dan melemparkan daun semanggi persis di depan pintu masuk. Akibatnya, Agbenyaga terjebak di dalam rumah, dan harus menunggu angin menerbangkan daun semanggi tersebut keluar dari halamannya. Dia beruntung malam itu hujan turun dengan deras sehingga menghanyutkan seluruh daun semanggi.

Agbenyaga menyimpan lekat wajah bocah itu dalam ingatannya. Suatu hari nanti, dia harus menerima balasan dari perbuatannya. Namun sekarang ada hal lain yang juga mengganggu pikiran Agbenyaga. Sesuatu yang lebih penting.

Siang tadi Agbenyaga memergoki seorang pria melongok-longok dari luar pintu pagar. Dari gerak geriknya, Agbenyaga yakin laki-laki asing itu tengah mengamat-amati rumahnya. Dia menunggu hingga pria itu tidak terlihat lagi di pintu pagar baru kemudian keluar dari rumah, dan berlari menuju pagar.

Agbenyaga membuka pintu pagar, lalu mengawasi sekelilingnya. Pria itu sudah tidak ada, seperti menghilang ditiup angin. Sambil menghela nafas kesal, Agbenyaga memutar badannya dan berniat kembali masuk ke pekarangan rumahnya.

“Permisi, nyonya. Selamat siang.” Sebuah suara bernada bass tiba-tiba muncul dari balik punggung Agbenyaga. Mau tidak mau Agbenyaga memutar badannya kembali.

Di hadapannya berdiri tegap seorang laki-lakil berusia sekitar 25 tahun. Wajahnya yang tampan sekilas mengingatkan Agbenyaga pada seseorang. Entah siapa.

Mata Agbenyaga memandangi pria tersebut dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia mengenakan topi boater jerami, kemeja dan celana panjang berwarna putih, dan sandal yang terbuat dari anyaman kulit. Sekilas penampilannya mirip dengan seorang guru… atau seorang misionaris?

“Ada keperluan apa, anak muda?” Tanya Agbenyaga ketus, tanpa basa-basi.

Pria itu tersenyum dan menjawab dengan sopan. “Saya hanya ingin bicara dengan nyonya.”

“Bicara dengan saya?! Kenapa anda berpikir saya akan tertarik dengan apa yang akan anda bicarakan? Maaf, saya sibuk!” Jawab Agbenyaga dengan nada pedas.

Sepertinya laki-laki muda itu tidak peduli dengan sikap kasar yang ditunjukkan Agbenyaga. Dia tetap tersenyum sopan. “Saya paham, nyonya. Maaf jika saya sudah mengganggu, tapi apa yang akan saya sampaikan tidak boleh sampai didengar orang banyak. Ijinkan saya masuk, kita bicara di dalam.”

Agbenyaga menengok sekelilingnya. Cukup banyak orang yang lalu lalang siang itu di bawah teriknya sinar matahari. Mata Agbenyaga kembali menatap pria di hadapannya penuh curiga.

“Tidak. Saya tidak akan mengijinkan anda masuk, walau cuma sampai halaman rumah. Jadi, apapun yang ingin anda katakan, katakan sekarang juga.” Nada bicara Agbenyaga tetap tinggi dan ketus sambil terus menatap tajam. Umumnya orang akan menunduk jika bertatapan mata dengan Agbenyaga, tapi tidak pria ini.

Dia tetap tenang membalas tatapan mata Agbenyaga. “Baik nyonya, saya tidak akan membuang waktu nyonya yang sangat berharga. Ini yang ingin saya katakan…”

Laki-laki itu menggerakkan telunjuknya, mengisyaratkan agar Agbenyaga mendekat. Agbenyaga paham bahwa apa yang akan dikatakan pria tersebut rupanya benar-benar tidak boleh didengar orang lain. Apalagi orang sudah mulai tertarik dengan kehadiran pria asing di depan rumah Agbenyaga.

“Anda jangan main-main dengan saya, anak muda. Awas!” Ujar Agbenyaga sambil mendekat pelan-pelan ke laki-laki misterius tersebut.

“Cepat katakan!” Perintah Agbenyaga.

Namun hingga sepuluh detik berlalu, tidak ada satu pun kata-kata yang keluar dari mulut pria itu.
Kekesalan Agbenyaga memuncak. “Baik. Cukup. Saya tidak akan meladeni anda lagi.”

Agbenyaga menoleh ke arah laki-laki tersebut. Dia terkejut. Mulut pria itu masih terbuka sangat lebar hingga anak tekaknya sampai terlihat sangat jelas. Agbenyaga bingung apa yang akan dikerjakan pria itu.

Perlahan, muncul suara dari dalam tenggorokan laki-laki tersebut. Suaranya sangat pelan dan rendah, mirip dengan geraman hewan buas. Agbenyaga seperti terhipnotis, malah mendengarkan dengan seksama walau instingnya memerintahkan dia untuk segera pergi.

Lama kelamaan suara itu berubah. Semakin jelas terdengar di kuping Agbenyaga. Mimik wajah Agbenyaga berubah seketika. “Apaaa…?!”

Agbenyaga yakin dia tidak salah mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut pria asing itu.
Suara itu begitu nyata, sampai-sampai tanpa sadar Agbenyaga menutupi wajahnya dengan tangan. Dia ketakutan, seolah ada motor atau mobil yang akan segera menabraknya.

Agbenyaga masih ingat betul kapan dan di mana dia mendengar suara itu. Ya, itu suara decitan ban di atas jalan aspal di tengah malam sepi lebih dari dua puluh tahun yang lalu.

Laki-laki itu mengatup mulutnya. Seketika itu suara menghilang dan keadaan kembali senyap.

“Hanya itu yang ingin saya katakan, nyonya. Selamat siang,” ujar pria asing tersebut sambil tersenyum datar. Wajahnya pun terlihat datar, tidak menunjukan emosi apapun. Dia memutar badannya dan berlalu tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Agbenyaga berdiri terpaku, seperti tersihir oleh suara dari masa lalunya dan tenggelam di dalamnya. Suara anak-anak yang menertawakan dan mengolok-oloknya menyentak Agbenyaga kembali dari lamunannya.

Mata Agbenyaga menatap garang anak-anak yang mengelilinginya. Satu persatu anak-anak itu kabur ketakutan. Ada yang satu yang berteriak, “Waktumu akan tiba sebentar lagi, orang jahat!”

Agbenyaga seperti tidak mendengar ucapan itu. Dia masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil ramuan dan menaburkan di sekeliling pagar. Dia merasa harus melindungi dirinya lebih kuat lagi. Bukan dari anak-anak kampung, tapi dari pria misterius tadi.

Semenjak kejadian itu, Agbenyaga semakin mengurung diri di dalam rumah. Dia tidak lagi bekerja di perkebunan cokelat, dan hanya keluar rumah jika benar-benar mendesak. Belanja keperluan dapur pun hanya dilakukan seminggu sekali.

Namun nanti malam dia harus keluar rumah. Waktunya hampir tiba bagi Agbenyaga untuk mencari korban baru. Kali ini dia sudah merencanakan untuk pergi sedikit jauh dari biasanya. Oleh karena itu, Agbenyaga pergi 2 hari lebih awal supaya bisa sampai di tujuan tepat waktu bulan mati.

Seperti biasa, Agbenyaga selalu pergi saat hari sudah gelap. Dia menuju ke Jalan Raya Binda – Kete Krachi dengan menerobos semak belukar dan pohon. Jalanan yang gelap bukan penghalang bagi Agbenyaga. Kemampuan melihat dalam gelap membantunya menemukan jalan yang biasanya hanya dilewati binatang liar.

Kreek…

Kuping Agbenyaga menangkap suara daun atau dahan kering yang terinjak sesuatu. Dia menyelinap di antara pohon dan semak untuk bersembunyi. Para pemburu mungkin saja tengah berkeliaran mencari tangkapan hewan malam. Dari tempat persembunyian, Agbenyaga mengawasi sekelilingnya.

Kosong. Tidak ada apa-apa. Hanya ranting dan dedaunan yang bergerak-gerak ditiup angin harmattan yang dingin.

Agbenyaga memutuskan untuk menunggu lagi sebentar, memastikan keadaan benar-benar aman. Setelah yakin tidak ada yang mengikutinya, Agbenyaga melanjutkan perjalanan.

Selama perjalanan, berulang kali Agbenyaga menoleh ke belakang. Dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa dia sedang diikuti. Namun, Agbenyaga tidak melihat siapa pun, kecuali pohon, semak dan angin. Binatang malam pun tidak terdengar suaranya.

Akhirnya Agbenyaga tiba di pinggir jalan raya. Dia menunggu bis yang akan membawanya ke desa Gbungbaliga. Agbenyaga mengawasi kendaraan yang datang dari arah Kete Krachi, namun sudut matanya menangkap sebuah benda mengkilat tidak jauh dari tempatnya berdiri. Agbenyaga berjalan mendekati benda tersebut, dan mengambilnya dari tanah.

Mata Agbenyaga terbelalak lebar, jantungnya berdegub dua kali lebih cepat. Benda kecil di tangannya terus diamati dengan seksama. Jari jemarinya mengepal, menggenggam benda itu erat-erat.

“Xetsa…” Bisik Agbenyaga lirih. Benar dugaannya, benda itu adalah jimat yang dulu dipakai Xetsa.

Tapi bagaimana jimat ini bisa sampai di sini? Bukankah saat dulu Xetsa dibakar oleh penduduk kampung dia masih mengenakannya di leher? Agbenyaga yakin sekali karena saat dia melihat jenazah Xetsa, jimat itu masih terpasang di lehernya.

Agbenyaga buru-buru membuang jimat itu jauh-jauh, dan langsung menggenggam jimatnya sendiri sambil merapalkan mantra yang akan melindunginya dari kekuatan jahat.

Bis yang ditunggu pun akhirnya datang. Agbenyaga naik dan duduk di kursi samping jendela. Sebelum bis melaju, Agbenyaga menoleh lagi ke tempat dia membuang jimat tadi. Dia kembali merasakan jantung yang berdegub kencang. Agbenyaga memejamkan mata untuk menenangkan diri dengan kembali membaca mantra. Agbenyaga tidak sempat melihat seseorang mengambil jimat itu dan menyimpannya di dalam kantung.

Sampai di tujuan, Agbenyaga mencari pondok yang biasanya digunakan oleh para pemburu untuk beristirahat. Dia berhasil menemukan satu yang kosong. Pondok itu terletak di antara Wulensi dan Gbungbaliga, hanya sekitar setengah jam berjalan kaki dari jalan raya.

Setelah menyembunyikan barang-barang bawaannya di dalam pondok, Agbenyaga berjalan menuju ke Jalan Raya Blinda – Kete Krachi. Dia harus terlebih dahulu mengamati situasi karena ini pertamanya kalinya dia memilih daerah ini.

Waktu yang ditunggu pun tiba. Menjelang tengah malam, Agbenyaga meninggalkan pondok pemburu, dan menyelinap di antara bayangan pohon dan semak. Dia harus tetap menghindari bertemu dengan manusia, terutama penduduk setempat karena dia adalah orang asing yang pasti akan memancing kecurigaan.

Selesai dengan ritual menyiapkan jebakan untuk calon korbannya, Agbenyaga menunggu di balik rumpun pohon pisang yang tumbuh rapat di pinggir jalan. Malam itu benar-benar sepi. Hanya sesekali terdengar suara gemerisik daun pisang yang tertiup angin atau terusik kalong yang tengah mencari buah yang matang.

Agbenyaga mendengar suara derungan mesin motor dari kejauhan. Dia mencangkung semakin erat. Suara itu kian mendekat. Agbenyaga bersiap-siap karena sebentar lagi motor itu pasti akan tiba di depannya.

Suara motor semakin jelas, diikuti oleh decitan ban yang nyaring, lalu disusul dengan bunyi benda jatuh berdebam dan gesekan logam di atas aspal. Agbenyaga keluar dari persembunyiannya untuk menuntaskan misinya.

Namun sesampainya di lokasi, Agbenyaga mendapati jalanan yang kosong. Dia tertegun, tidak ada apa-apa di sana. Tidak ada motor yang terguling, tidak ada korban yang tergeletak. Hanya aspal dan kabut hitam pekat ciptaannya.

Seperti tidak mempercayai penglihatannya sendiri, Agbenyaga memeriksa lagi sekelilingnya.

Benar-benar kosong, tidak ada apa-apa. Ada apa ini?

Belum habis rasa penasaran Agbenyaga, telinganya menangkap lagi bunyi suara motor. Agbenyaga menyingkir dari jalan raya, dan kembali bersembunyi. Hal yang sama pun terulang. Agbenyaga segera mengawasi sekelilingnya, kalau-kalau ada orang yang sedang mengerjainya. Tetap tidak ada siapa-siapa.

Nalurinya sebagai dukun voodoo mengatakan ada yang tidak beres, terutama karena sumber suara kini berasal dari atas kepalanya. Agbenyaga bersiap-siap kabur dan akan kembali besok setelah dia mempersiapkan diri lebih baik lagi.

Terlambat! Sebuah entitas tak kasatmata namun sangat bertenaga menghantam Agbenyaga hingga dia melayang setinggi 10 meter. Agbenyaga terbanting dengan keras di atas aspal, disusul teriakan kesakitan. Tulang kering kirinya patah, sementara lutut kanannya terkilir. Namun, Agbenyaga adalah seorang dukun voodoo yang sarat ilmu dan pengalaman. Dia tidak mudah dihabisi begitu saja.

Sambil menahan sakit yang teramat sangat, Agbenyaga berjalan tertatih-tatih kembali ke pondok pemburu. Di sana tersimpan beberapa barang bawaannya yang dia harapkan bisa mengobati lukanya.

Suara motor, decitan ban, benda jatuh berdebam dan gesekan logam di atas aspal terus menerus terdengar telinga Agbenyaga. Dia merasa jika hantaman tadi tidak mampu membunuhnya secara langsung maka suara-suara ini akan membuatnya gila, dan mati perlahan-lahan.

Pondok pemburu sudah terlihat di depan mata tapi Agbenyaga sudah tidak kuat lagi. Dia jatuh tersungkur. Agbenyaga duduk bersandar di batang pohon pisang, mengumpulkan tenaga untuk melanjutkan perjalanannya.

Istirahat Agbenyaga terganggu oleh suara langkah kaki yang berjalan mendekat. Dia melihat sandal dari anyaman kulit, dan kaki yang dibalut celana putih. Agbenyaga mengangkat kepalanya.

“Kamu…?”

Pria tampan yang ditemui Agbenyaga beberapa hari yang lalu kini berdiri di hadapannya. Laki-laki itu kemudian jongkok hingga matanya sejajar dengan Agbenyaga. Bibirnya tersenyum. “Ya, betul. Saya.”

Laki-laki itu merogoh kantung bajunya, mengambil sesuatu dan meletakkannya ke tangan Agbenyaga. Tanpa harus melihatnya Agbenyaga tahu persis benda yang ada di dalam genggamannya. Jimat milik Xetsa. Dia menatap pria misterius yang masih berlutut di hadapannya.

“Siapa kamu?” Tanya Agbenyaga pelan.

“Saya Kpodo.” Jawab pria itu.

Selama lebih dari empat puluh tahun menjadi dukun voodoo, baru kali ini Agbenyaga tahu nama korbannya. Tapi bukan itu yang Agbenyaga maksud. Dia ingin tahu siapa sesungguhnya laki-laki ini, apa hubungannya dengan Xetsa sampai dia bisa memiliki jimat keramatnya?

Sebuah ingatan tiba-tiba menyelinap masuk, ingatan yang membawa Agbenyaga pada peristiwa biasa puluhan tahun yang lalu. Biasa, karena tidak ada yang terlalu istimewa dari sebuah peristiwa kelahiran, sama seperti ribuan kelahiran lain yang terjadi di Hiamankyen. Agbenyaga berusaha keras mengingat-ingat apa yang istimewa dari kelahiran selain itu terjadi persis saat hari bulan mati.

Agbenyaga memandangi wajah laki-laki misterius itu. Seperti sebuah déja vu, wajahnya yang halus dan tampan mengingatkannya pada seseorang. Agbenyaga memeras kuat ingatannya. Seraut wajah lain muncul di dalam benak Agbenyaga.

Mungkinkah…?

Tidak, ini tidak mungkin!

Agbenyaga mengamati sekali lagi wajah pria di hadapannya. Tidak salah lagi. Kepala Agbenyaga langsung terasa sakit, otaknya serasa seperti sedang diremas-remas.

“Kalian… kembar?” Tanya Agbenyaga sambil menahan sakit yang teramat sangat.

“Betul, saya adalah Kpodo. Xetsa adalah adik saya. Nama kecilnya adalah Dofi,” jawabnya seraya mengambil jimat Xetsa yang masih ada dalam genggaman Agbenyaga. Jimat itu kemudian digenggamnya erat-erat.

Sakit di kepala Agbenyaga semakin menjadi. Kepalanya bagai dihimpit batu seberat ratusan kilo, lehernya terasa kaku dan seluruh simpul saraf di tubuhnya seperti berhenti bekerja.

Dengan sisa-sisa tenaga yang masih dimilikinya, Agbenyaga berteriak sekuat tenaga. Suaranya terdengar sangat memilukan dan menyayat. Teriakan Agbenyaga melemah dan akhirnya berhenti.

Laki-laki misterius berbaju putih itu pun berdiri dan menghilang bersama hembusan angin harmattan.


Dendam dari Alam Kubur – Bagian 1



Dendam dari Alam Kubur – Bagian 1

http://garasigaming.com/

Garasitogel-mistik - Bisik-bisik yang beredar di Hiamankyen, sebuah desa kecil di Ghana – Afrika, Agbenyaga adalah seorang dukun voodoo. Setiap ada kematian yang tidak bisa ditemukan sebab logisnya, tuduhan langsung mengarah kepada Agbenyaga.

Tentu saja, tudingan tersebut tidak pernah disampaikan secara terang-terangan di muka Agbenyaga. Tapi dia bisa merasakan tatapan mata orang-orang yang penuh curiga, bahkan ketakutan saat berpapasan dengannya.

Agbenyaga sendiri tidak ambil pusing dengan gosip tersebut. Dia tidak pernah membantah atau pun mengiyakan. Bukan karena dia tidak peduli dengan nama baiknya, atau takut. Dia yakin penduduk desa tidak akan menggeruduk atau menyerang rumahnya. Beberapa dari mereka pernah diam-diam datang ke rumahnya di malam hari untuk meminta bantuan, termasuk kepala desa.

Reputasi Agbenyaga di dunia ilmu hitam sebenarnya sudah sangat terkenal. Namun dia pantang mempraktekkan ilmu hitamnya kepada penduduk desanya sendiri. Dia selalu menolak halus jika ada yang datang untuk mencelakai warga Hiamankyen, dan tidak ada yang berani melawan penolakannya.

Agbenyaga hanya tidak ingin nasibnya berakhir mengenaskan seperti Xetsa yang mati dibakar oleh penduduk desa. Xetsa kepergok sedang menghirup darah korbannya. Tragisnya, korban tersebut adalah keponakan Xetsa sendiri.

Malam itu, Xetsa berdiri dengan gelisah di balik tirai kamar. Di dalam kamar, adik ipar Xetsa sedang menunggu kelahiran anak pertamanya. Kehadiran Xetsa tidak diketahui oleh siapapun, termasuk adiknya sendiri. Dan, tidak ada orang lain di dalam rumah saat itu.

Suara tangisan bayi memecah sepinya malam. Xetsa bertambah gelisah. Bau amis darah yang meruap ke udara hinggap di hidungnya, tercium bak aroma madu segar yang baru saja dipanen. Sekujur tubuh Xetsa gemetar, keringat mengucur deras dari setiap pori di badannya. Dadanya seperti sesak, dan napasnya terasa berat.

Tanpa bisa ditahan lagi, Xetsa menyerbu masuk ke dalam kamar. Bayi laki-laki yang baru saja dilahirkan oleh adik iparnya langsung dibawa ke ruang tengah. Mata Xetsa seketika berubah menjadi merah, dan pupil matanya memipih, mirip dengan mata hewan buas.

Bidan dan ayah si bayi datang terlambat. Saat masuk ke dalam rumah, mereka disuguhi pemandangan yang mengerikan. Sang bayi merah sudah tergolek lemas tak bernyawa di atas meja makan, sementara wajah dan tangan Xetsa berlumuran darah.

Ayah si bayi langsung pingsan di tempat, sedangkan bidan bayi berlari ke tengah kampung sambil berteriak histeris. Suaranya membangunkan seluruh penduduk desa.

Seperti ada yang mengomando, semua warga desa, terutama laki-laki dewasa, bergerak menuju rumah Xetsa. Mereka membawa parang dan obor, serta tidak ketinggalan jimat yang dipercaya bisa melindungi mereka dari kekuatan jahat voodoo.

Xetsa berhasil ditemukan bersembunyi di dalam kamar semedinya. Dia langsung digeret keluar rumah menuju ke lapangan tengah desa. Beberapa orang kemudian menyulutkan obor yang mereka bawa ke seluruh bagian rumah. Hanya dalam hitungan menit, rumah kayu itupun berubah menjadi api unggun raksasa.

Sepanjang perjalanan, penduduk desa beramai-ramai melemparkan batu ke tubuh Xetsa sambil melontarkan kata-kata cacian. Walaupun sudah dalam keadaan terdesak, Xetsa tetap tidak mau mengalah. Kalimat kutukan, sumpah serapah dan mantra keluar silih berganti dari mulutnya yang sudah berdarah-darah.

Di tengah lapangan, Xetsa dibawa ke dekat sebuah batang pohon. Mulutnya masih mencaci maki, menyumpahi dan mengutuk. Warga desa pun terus melempari tubuhnya dengan batu. Tiba-tiba, sebuah batu yang cukup besar melayang tepat mengenai kepalanya, membuat Xetsa jatuh pingsan.

Beberapa orang lalu mengikat erat-erat tubuh Xetsa di batang pohon. Yang lainnya menyiapkan potongan kayu dan meletakkannya di sekeliling pohon.Mereka kemudian beramai-ramai menyiramkan minyak tanah ke tubuh Xetsa.

Bau minyak tanah yang menyengat dan rasa dingin yang mendadak menerpa tubuhnya membuat Xetsa siuman. Matanya garang menatap orang-orang yang mengerumuninya. Xetsa membuka mulutnya lebar-lebar, lalu dari tenggorokannya keluar teriakan melengking yang menulikan telinga. Semua orang spontan menutup kuping mereka.

Salah satu penduduk kampung berlari mendekati Xetsa dengan membawa obor dan langsung menyulut tumpukan kayu yang sudah basah oleh minyak tanah. Tindakan itu diikuti oleh penduduk lainnya. Mereka menyulut kayu dari sisi yang berbeda. Api mulai merambat, dan menjilat tubuh Xetsa.

Di tengah kobaran api, Xetsa tertawa mengejek, seolah sedang merendahkan musuh-musuhnya. Suara tawa yang membuat semua orang mengkirik. Satu per satu penduduk desa menyingkir, meninggalkan Xetsa yang terus tertawa sebelum akhirnya membisu untuk selamanya. Tersisa suara gemeretik api yang masih membakar residu tubuh Xetsa.

Agbenyaga mengamati seluruh kejadian dari kejauhan. Dalam hati dia berikrar tidak akan melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan Xetsa. Pengalamannya mempelajari voodoo sejak remaja mengasah kemampuannya untuk bersabar dan mengendalikan hasratnya. Jangan sampai dirinya yang dikendalikan oleh hasrat memuaskan dahaga akan darah.

Di usianya yang sekitar 60 tahunan, Agbenyaga semakin ‘bijak’ mengontrol dirinya. Dulu dia membutuhkan darah segar setidaknya sekali dalam satu bulan. Namun, sudah lebih dari dua puluh tahun terakhir dia berhasil menjadikannya cukup satu dalam sebulan. Hanya saja dia perlu asupan yang lebih besar, lebih banyak darah. Anak kecil dan bayi tidak akan mencukupi kebutuhannya. Yang paling pas adalah remaja.

Satu persatu remaja belia usia antara 15 – 20 tahun di desa-desa sekitar Hiamankyen lenyap setiap bulannya. Tidak banyak orang yang akan mencurigai hilangnya para remaja tersebut. Polisi pun hanya menganggap mereka melarikan diri ke kota akibat tekanan kemiskinan.

Agbenyaga juga terus berusaha mencari cara yang paling aman berburu korbannya. Mengubah diri menjadi mahluk mirip hewan buas bukan lagi tindakan cerdas. Para penjaga desa yang memergokinya akan dengan mudah menghabisi lewat mantra yang mereka ucapkan. Sudah tiga dukun voodoo mati dengan cara seperti ini. Seorang dukun voodoo yang sedang menjelma menjadi mahluk lain untuk berburu mangsa berada dalam kondisi terlemah sehingga akan sangat gampang dibinasakan. Di samping itu, proses penjelmaan berjalan sangat menyakitkan dan terlalu lambat.

Hingga pada suatu malam menjelang bulan mati, Agbenyaga mendapat ide cemerlang. Segera dia berlari ke kamar semedinya dan mengeluarkan botol ramuan yang tersimpan di sebuah tempat yang sangat rahasia.

Agbenyaga pergi ke halaman belakang rumahnya dan bersiap-siap mencoba keahlian barunya. Mulutnya bergerak merapalkan mantra yang belum lama dibuatnya.

Blaaaam! Wuuuuussh!

Di hadapan Agbenyaga muncul kabut hitam pekat. Dia mundur sekitar sepuluh langkah. Kabut hitam kini terlihat mirip dengan tumpukan tanah atau batu.

Sempurna.

Agbenyaga mengulangi beberapa kali, memastikan semua berjalan sesuai harapan.

Dua hari menjelang bulan sideris, Agbenyaga mulai menyiapkan segala kebutuhan karena dia harus berjalan jauh keluar dari desa. Tujuannya adalah persimpangan Kpandai di Jalan Raya Binda – Kete Krachi yang berjarak sekitar 70 km dari rumahnya.

Waktu yang ditunggu pun tiba. Selepas matahari terbenam, Agbenyaga meninggalkan pondoknya, dan berjalan menyelinap di antara bayangan pohon dan semak. Tentu saja, dia menghindari jalanan yang umum dilalui orang. Dia sama sekali tidak takut dengan ular atau serangga berbisa yang biasa bersembunyi di antara dahan pohon dan semak-semak. Agbenyaga lebih takut kepada manusia yang memiliki kemampuan sama seperti dirinya. Mereka akan dengan mudah mendeteksi tujuannya berada di alam terbuka.

Agbenyaga harus berjalan hampir sehari semalaman sebelum akhirnya tiba di tujuan. Setelah mengamati beberapa lokasi, Agbenyaga memilih sebuah spot yang sangat ideal. Sisi kiri dan kanan jalan dipenuhi semak-semak berduri, dan berada di jalan yang lurus. Kendaraan pasti akan melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Dan saat melihat ‘tumpukan batu’ ciptaannya di jalanan, semua akan sangat terlambat.

Dengan sabar dia menunggu di balik semak hingga lalu lintas semakin lengang. Menjelang tengah malam, kendaraan yang lewat kian sedikit.

Setelah memastikan tidak ada kendaraan atau manusia yang lalu lalang, Agbenyaga keluar dari persembunyiannya. Cairan ramuan dari dalam botol dituang ke atas jalanan. Dia mulai merapalkan mantra yang sudah disempurnakan. Dalam sekejap kabut hitam tebal muncul, dan Agbenyaga kembali bersembunyi di balik semak berduri.

Waktu terasa berjalan sangat lambat sebelum akhirnya kuping Agbenyaga menangkap derungan mesin motor dari kejauhan. Dia langsung bersiap-siap. Bak seekor hewan buas yang tengah mengintai mangsa, Agbenyaga dengan sabar menunggu korban masuk ke dalam jebakannya.

Seorang kurir sedang dalam perjalanan pulang ke kota Tamale setelah mengantar barang ke desa Burai. Akibat motor yang sempat mogok, dia jadi terlambat berangkat padahal jarak yang ditempuh lebih dari 180 km. Namun, dia harus kembali malam ini juga ke Tamale supaya besok tetap bisa masuk kerja. Ini adalah pekerjaan pertamanya dengan upah yang layak. Dia tidak boleh sampai dipecat.

Si kurir memacu motornya secepat mungkin. Dia bersyukur saat itu sedang musim kemarau, sehingga kondisi jalanan kering walau agak berdebu sehingga dia harus berulang kali melap kaca helm, membersihkan debu yang menempel. Ini dilakukannya sambil tetap melaju di atas motor.Tatkala tangannya baru saja selesai melap kaca pelindung helm, dia kaget setengah mati. Di depannya terhampar tumpukan batu yang tinggi. Secepat mungkin dia menarik tuas rem di stang motornya.

Ciiiiit! Suara decitan roda di atas aspal merobek kesunyian malam.

Tubuh si kurir terlempar ke udara beberapa meter dan terbanting dengan keras di atas jalanan. Kedua kakinya patah, namun dia masih hidup. Dengan bantuan kedua tangannya, dia berusaha merayap ke arah motornya yang terguling.

Agbenyaga yang masih berdiri di balik semak berduri langsung keluar dari persembunyiannya setelah yakin tidak ada mobil atau motor lain yang mendekat. Dia lalu jongkok di hadapan calon korbannya yang tengah merayap atas aspal.

Cahaya lampu depan motor yang masih bisa menyala memberi sedikit penerangan di tengah kegelapan malam. Agbenyaga mengamati si pemuda yang terus merayap tanpa menyadari apa yang sudah ada di hadapannya.

Pemuda calon korban Agbenyaga terkejut melihat sepasang kaki yang lebih mirip cakar besar sudah berada di depannya. Dia mendongak. Apa yang dia lihat membuat setiap urat saraf di dalam tubuhnya berkerut ketakutan.

Sesosok mahluk berambut gondrong dengan mata merah menyala, membelalak lebar sementara pupilnya hitam memipih. Mulut mahluk itu menyeringai lebar sehingga terlihat semua giginya yang runcing mengkilat, termasuk empat buah taring. Bau yang teramat busuk menyeruak dari tubuhnya.

Si pemuda tidak lagi sempat berteriak. Mendadak semuanya hitam dan gelap. Agbenyaga berlutut untuk merampungkan misinya. Setelah selesai, dia pergi sambil membawa motor untuk disembunyikan.

(Bersambung)

Dendam dari Alam Kubur – Bagian 2  



SUMBER : WWW.GARASIGAMING.COM

Minggu, 30 Juli 2017

Sendirian di Lantai Dua Rumahku

http://garasigaming.com/

Garasitogel-mistik - Halo, ini pertama kalinya saya mau share pengalaman pribadi saya. Mungkin tidak seram, tapi cukup buat saya kaget.


Kejadiannya waktu saya masih kelas 3 SMA (sekarang sudah kuliah :D). Oke langsung saja. Rumahku memiliki dua lantai. Kamarku dan kamar adikku berada di lantai dua. Malam itu, saya sedang belajar di kamar, sedangkan orang-orang di rumah sedang berkumpul di lantai bawah, sehingga hanya saya sendiri yang berada di lantai dua.

Tiba tiba saya mendengar suara kantung plastik(kresek) seperti diseret dengan pelan di lorong depan kamar saya. Yang membuat saya heran adalah tidak ada angin yang masuk, sehingga menerbangkankan kresek tersebut adalah sesuatu yang agak mustahil.



Namun, ketika saya mendengar suara tersebut, saya mencoba berpikiran positif dan tetap fokus pada buku pelajaran saya (sembari membaca Ayat suci) suara itupun hilang.

Karena penasaran, sayapun memutuskan untuk memeriksa keluar kamar, saya membawa buku dan alat tulis saya. Saya memeriksa seputaran lorong, namun saya tidak melihat kantung plastik di manapun. Sayapun memutuskan untuk turun kebawa dan menceritakan kepada ibu saya. Ibu hanya berkata bahwa, setiap rumah pasti punya penunggu. Namun, apabila kita tidak mengganggu mereka juga tidak akan mengganggu.



Sabtu, 29 Juli 2017

Kisah Nyata Pesugihan Siluman Ular

http://garasigaming.com/

Garasitogel-mistik - Banyak macam serta jenis pesugihan yang berada di Jawa, salah satu dengan pesugihan Ngipri lainnya, sebagai pesugihan Ngipri Kucing, Pesugihan Ngipri Monyet, pesugihan Ngipri Ular yang sedang kita cerita kali ini, terdapat Kisah Nyata Pesugihan Ngipri ini telah diceritakan oleh Mbah Buyut, Mbah Buyut adalah seseorang yang mempunyai ilmu supranatural di kampung saya.

Sebab Mbah Buyut sering sekali membantu warga disekitar kalau ada di ganggu atau pun kesurupan Jin atau pun Hantu, maka tak heran apa bila cerita horor serta cerita seram yang amat menakutkan sebagai beikut Kisah Nyata Pesugihan Ngpri Ular dari Mbah Buyut telah dipercayai oleh masyarakat di desa ini.

Kisah Nyata Pesugihan Siluman Ular (Ngipri)

Diceritakan pada saat malam itu, saya bersama sebagian warga desa ini sedang duduk diperempatan desa, tiba-tiba dari sisi barat melihat ada sosok laki-laki tua yang terlihat sangat menyeramkan sekali, dan ternyata sosok laki-laki tua tersebut adalah Mbah Buyut orang yang berusia cukup tua namun tenaganya seperti masih muda saja.

Saat itu datanglah Mbah Buyut untuk bergabung ngongkrong saya bersama warga sini, Mbah Buyut adalah lelaki cukup tua yang disegani di kampung saya, kenapa saat sedang asik mengobrol, Mbah Buyut justru menceritakan Misteri mengenai Kisah Nyata Tentang Pesugiahan Ngipri yang dulu telah lama terjadi.

Dikisahkan adanya penganut pesugihan Ngipri Siluman Ular yang terletak di kampung, ucap Mbah Buyut, dahulu adalan orang pendatang di kampun itu, maka tak heran dengan ilmu supranatural serta menjadi pendatang warga disitu sudah mengetahui pelaku pesugihan ngipri yang telah dilakoni oleh warga situ, yang dikisahkan bahwa ada salah satu warga sepasang suami istri bernama Sugiyanto serta Maryanti untuk kebutuhan hidup yang kekurang, apa lagi telah memiliki 4 anak, satu orang pria dan 3 lainnya perempuan.

Tentu menjadi kepala keluarga yang harus mampu untuk menafkahi kebutuhan hidup istri berserta anak-anaknya, walau pun Sugiyanto sebagai orang giat bekerja keras, serta cekatan untuk melakoni kegiatan sehari-hari cuma mencari bambu, untuk membuat kandang ayam terus dijualnya, tapi masih belum juga memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, serta belum lagi 4 anaknya telah semakin besar pasti membutuhkan dana yang lebih banyak lagi, disinilah mulai Kisah Nyata Pesugihan Ngipri dilakoni oleh sepasang suami istri itu.

sesudah melakoni ritual berserta syarat dengan Siluman Ular (Ngipri) digua itu, tiba-tiba saja kehidupan dari keluarga Sugiyanto semakin lebih dari kecukupan, sampai Sugiyanto bisa membeli barang-barang yang mahal, antik, dan tanah serta bisa memperbaiki rumahnya tersebut.

Tapi naasnya, beberapa bulan berlalu anak pertama mereka meninggal dunia tanpa adanya sebab serta anak yang keduanya juga ikut meninggal dunia beberapa tahun yang lalu, kejadian sama dengan meninggalnya anak pertama tanpa adanya sebab, pada hal sejak kemarin anak pak Sugiyanto sehat-sehat saja, terus besoknya sudah dikabarkan anaknya telah meninggal dunia, warga juga menjadi curiga dan menduga-duga sudah melakoni Pesugihan, siapa yang tak curiga, dulu Sugiyanto kerjanya cuma pencari bambu terus saat ini berubah menjadi orang terkaya di kampung ini, kata tetangga desa.

Mendengar cerita dari warga disitu saya sebagai Mbah Buyut, berusaha untuk melihat apa betul yang dikatakn oleh warga, terus saya berusaha untuk menerawang rumah yang sedang ditinggali oleh Sugiyanto itu, di dalam sebuah kamar memang terdapat sosok Siluman Ngipri Ular yang kemungkinan kamar tersebut merupakan tempat khusus untuk pemujaan.

Sampai Sugiyanto serta Maryanti ikut meninggal dunia sebab terjadi sebuah kecelakaan sampai membuat mereka meninggal dunia seketika, serta kedua anak itu yang masih kecil sudah diasuh oleh warga satu desanya, ini tentang Kisah Nyata Pesugihan Ngipri yang telah diceritan oleh Mbah Buyut kepada saya dan warga sini juga, terus aku kemudian bertanya kepada Mbah Buyut, apakah pesugihan seperti ngipri tersebut membutuhkan tumbal ay Mbah?.

Mbah Buyut, seperti dengan pesugihan lainnya, pesugihan ngipri yang akan membutuhkan tumbal atau korban sebagai syarat perjanjian untuk menjalankan ritual ini, pada umum yang dijadikan tumbal adalah anaknya sendiri, telah beliau menceritakan kejadian tersebut, beliau berpesan kepada kami agar jangan melakoni pesugian ngipri tersebut, sebab sama dengan  mengorban diri dan anaknya, itulah tipu daya Jin dan setan kepada manusia s
upaya kita kenak azab sebab sudah melakoni syirik, serta lagi ajal kematian susah serta menyakitkan, 

Demikian artikel dari Garasitogel-mistik - Kisah Nyata Pesugihan Siluman Ular saya tutup sampai disini.. Terima Kasih.


 

Jumat, 28 Juli 2017

Kisah Pesugihan Memelihara Bayi Kuntilanak Cerita Terbaru

Garasitogel-mistik - Cerita Mistik Nyata Tengah Malam hari ini akan berbagi kisah pesugihan gratis atau tanpa modal,namun namanya pesugihan selalu berhubungan dengan makhluk gaib.
Sebagai seorang dukun bayi (pembantu kelahiran bayi) yang berada di sudut perdukuhan terpencil, Sumarsih tentu saja hidup serba pas-pasan. Bukan hanya uang puluhan, lima ribuan atau seribuan rupiah yang diterimanya seusai membantu kelahiran bayi dan rahim seorang ibu, tetapi juga dia sering menerima hasil bumi, seperti ketela pohon, kelapa, semangka atau palawija’ lain sebagai upah kepiawaian dan keringat yang mengucur dari tubuhnya.

http://garasigaming.com/

Memang, peristiwa seperti itu begitu lazirn dalam suatu perdukuhan di lingkungan penduduk yang jauh jauh dari hingar bingar perkotaan, ibarat adoh raja cedhak watu (jauh kota dekat batu). Artinya, warga yang hidup di daerah pegunungan, lereng gunung, bukit, hutan maupun jurang dengan jalan yang terjal dan naik turun. Meski begitu, Dukuh Kedung Pring, tempat Sumarsih tinggal warganya masih tampak kental dengan kehidupan gotong royong, bahu membahu maupun sambatan.

Maksud sambatan disini, bukan hanya dalam hal membangun sebuah rumah dengan tenaga dan para tetangganya yang tanpa upah. Bahkan ketika diantara mereka ada yang punya gawe, entah itu sunatan, pernikahan atau perhelatan lain, juga dilakukan secara bahu membahu, baik dari tenaga sinoman, bahan masakan yang nanti bakal disuguhkan para hadirin, sampai among tamu semuanya dilakukan secara sambatan.

Sehingga kehidupan warga Dukuh Kedung Pring seolah bak surga, ikatan persaudaraannya sangat kuat, kendati hasil bumi yang mereka terima tidak seberapa, dibading perdukuhan yang bertanah subur dan datar. Memang semua bahan makanan seolah sudah tersedia, meskipun apa adanya. Hal ini terjadi karena perdukuhan itu bak tak tersentuh tangan-tangan pengambil kebijakan yang tinggal di kota besar dan tak suka blusukan.

Dengan begitu banyak petinggi pemerintah yang salah mengartikan sebuah perdukuhan.
Mungkin para petinggi beranggapan orang di Dukuh Kedung Pring adalah masyarakat udik yang gampang dibohongi. Padahal semestinya orang udik ini justru mendapat uluran tangan dengan cara memberi udik-udik berupa bantuan secara materi maupun pendidikan yang Iayak agar mampu memiliki  kehidupan yang tidak udik, meski tinggal di udik.

Kemball kepada irama kehidupan yang dilakoni Sumarsih, karena dia seorang yang sangat menggeluti kepiawaiannya tersebut, maka rasa kemanusiaanya pun terbentuk.
Sumarsih yang usianya sudah lebih dan 50 tahun, namun dia tetap hidup sendiri di gubuk reotnya, tanpa anak, karena tidak pernah bersuami.

Ya, tempat tmnggal Sumarsih itu terletak di lereng bukit di tepi jurang. Rumah itu hanya berdinding anyaman bambu dengan cagak bambu wulung penyangga atap jerami.
Ukurannya pun tidak lebih dan 5 x 7 meter saja yang di dalammnya hanya berisi sebuah dipan sebagai tempat tidurnya yang beralaskan tikar.

Dipan yang terbuat dari bambu itu, selain untuk menaruh tumpukan pakaian juga sekaligus digunakan untuk bantal dikala Sumarsih merebah, tidur dan beristirahat. Kalau toh ada peralatan dapur, itu hanya terdiri dari sebuah ceret, panci, piring dan gelas seng saja, karena jika memasak dan menanak nasi hanya dengan cara membakar kayu yang bagian tepinya hanya dibatasi tumpukan batu bata merah. Karuan saja kalau dinding-dinding rumahnya berwarna hitam pekat, akibt langes bekas kepulan asap kayu bakar.

Malam itu Sumarsih, terlelap dalam tidurnya yang tanpa terbuai mimpi indah. Sebab hanya dengan merebahkan tubuhnya yang sedikit bongkok dengan posisi terlentang, satu-satunya cara untuk mengusir rasa capek yang luar biasa malam itu. Karena siang dan sore tadi Sumarsih baru saja membantu kelahiran dua perempuan yang melahirkan bayinya. Bukan seperti biasanya, karena satu dari perempuan hamil itu bayinya dalam posismnya sungsang.

Dengan begitu, Sumarsih harus ekstra keras dan menguras tenaganya yang renta dalam menangani kasus kelahiran bayi sungsang di perut ibunya. Selain harus dengan hati-hati dan telaten memijat-mijat perut si wanita hamil itu, juga harus teliti mengurut bagian organ tubuh si pasen.

Tetapi berkat puluhan tahun pengalamannya sebagai dukun bayi, meski membutuhkan waktu berjam-jam, toh akhirnya bayi sungsang itu lahir dengan selamat.
Kalau sudah begitu, bukan hanya ibu si jabang bayi saja yang puas Sumarsih pun lega, kendati hanya diberi upah tak seberapa.

Karena pemberian bantuan kelahiran bayi itu dilakukan dengan benar-benar tulus, sepenuh hati dan tanpa pamrih lewat sentuhan rasa kemanusiaan yang dimllikinya. Semua terjadi, karena jiwanya telah terbentuk dari masyarakat udik di Iingkungan Dukuh Kedung Pring. Ketulusan itu gampang dilupakan Sumarsih, ketika dia tertidur kelelahan seperti malam itu.

Tiba-tiba angin berembus kencang mengarah pada satu titik, menabrak satus atunya daun pintu gubuk Sumarsih yang lagi tertidur lelap Sementara, malam sudah mulai tua, sepi bak pemukiman mati, apalagi jarak rumah satu dengan rumah lain berjauhan, membuat suasana semakin mencekam. Dan kejauhan meski sayup-sayup, namun jelas terdengar suara auman khas macan kumbang. Sumarsih pun terjaga, terhenyak sejenak, masih,dengan posisi terduduk.

Bersama kesadarannya yang belum pulih, Sumarsih sambil memandangi daun pintu yang bergerak maju mundur, seolah menendang-nendang tanpa arah, akibat hembusan angin kencang itu, membuat selot daun pintu tersebut sudah nyaris terlepas dan Iubangnya. Peristiwa itu hanya sebentar, karena selot daun pitu itupun benar-benar lepas dan lubangnya. Pintu pun terbuka lebar-lebar, hembusan angin seperti lesus itupun terus mengamuk.

Tubuh Sumarsih yang kurus terpental tegitu dahsyat, punggungnya menabrak dan menjebol dinding gubuk apuk tersebut sampai keluar. Sekuat tenaganya yang tersisa, Sumarsih berupaya untuk berdiri, meski terseok-seok tubuh perempuan renta ini mencoba melangkah dan terus bergerak menjauh mengikuti dorongan angin kencang dan punggungnya. Burung gagak di atasnya, terbang pelan menembus kepekatan malam itu, sambil bergaok-gaok menunjukan suara paraunya.

Gagak dan hembusan angin itu, seolah menuntun langkah Sumarsih menembus terjalnya jalan bebatuan serta rimbunnya dedaunan yang tumbuh di ranting-ranting pepohonan hutan. Jarak langkahnya tak sempat terukur, tetapi yang jelas auman khas macan kumbang sudah tak terdengar Iagi, gaok-gaok suara gagak juga senyap, karena gagak itu telah bertengger di pohon preh besar. Sejenak kesunyian kembali mencekam, ketika itu pula bulu kuduk Mbok Wagiyen terasa bergidik.

Dikesenyapan malam yang semakin tua itu, kini terdengar erangan sesambat wanita mengenakan pakaian serba putih yang hampir sekujur pakaian bagian bawah, mulai sebatas selangkangannya berwarna merah, bersimbah darah segar.Sumarsih yang semula bulu kuduknya merinding, kini tidak terasa lagi, terdorong rasa kasihan dan kemanusiaannya. Naluri pengalamannya sebagai dukun yang sudah belasan tahun itu muncul.

Serta merta tanpa ba bi bu lagi, dengan cekatan dan kelincahan jemari tangannya, Sumarsih segera memberikan pertolongan atas wanita hamil tua yang sudah saatnya melahirkan dalam keadaan ketuban yang sudah pecah itu.

Dengan tangan kirinya, Sumarsih terus saja mengelus-elus perut buncit wanita misterius yang jelas belum dikenalnya, sambil mem-boreh-kan daun pohon preh bercampur air liur dan mulut tuanya sehabis dikunyahnya sampal rata. Sedang jemari tangan kanannya merogoh dan mengobok-obok rahim wanita yang berpakaian serba putih dengan rambut panjang terurai itu.

Sorot mata wanita mistenius itu terus saja memandang tajam tingkah Sumarsih yang terus mengucurkan peluh di jidatnya. Memang agak ama, Sumarsih berupaya menyelamatkan bayi di rahim wanita ini. Mengapa?Ya, karena bayi itu kalung usus! Ususnya melilit leher bayi di dalam rahim. Jemari tangan Sumarsih terus saja bergerak, menata dan mengembalikan posisi usus itu pada tempat yang semestinya.

Sementara wanita misterius itu masih saja terus mengerang, meski sakitnya berangsurangsur berkurang.
Dan... cenger! owek.. .owek. . .owek, bayi itu lepas dan rahim wanita misterius, lahir dengan berjenis kelamin perempuan... selamat! Maka jabang bayi merah itu segera dibopong dalam gendongan Sumarsih, sambil melangkah menjauh dan ibu sang jabang bayl, guna membasuh wajah dan anggota tubuh bayi yang baru lahir itu dengan air sendang yang berada tepat di bawah pohon preh tersebut.

Baju Sumarsih yang kini menjadi compang camping, akibat tertepa angin kencang yang sebelumnya mobat mabit menerpa tubuhnya, segera dilepas untuk menyelimuti tubuh bayi yang baru lahir itu.
Di ufuk timur langit sudah nampak mulai semburat memerah, kendati bulatan matahari belum muncul, kokok ayam jantan muai terdengar saut-sautan, menandakan malam sudah berubah menjadi pagi menjelang.
Sumarsih pun sambil masih berdiri, mendongak ke belakang, dia terhenyak, karena wanita yang baru saja dibantu kelahirannya, telah menghilang tanpa bekas. Masih dalam keadaan keheranan, gagak yang dan tadi beretenggegr di dahan pohon preh itu pun mengepakan sayapnya, terbang tinggi dan lenyap pula.

Begitu pula bayi yang tadi berada digendongannya pun juga muksa, Sumarsih hanya mampu tercengang, diam sendirian bertelanjang punggung dan lengan hanya tinggal mengenakan kutang dan kain lurik berstagen putih lusuh. Kelahiran anak kuntilanak! benarkah? Begitu pikir Sumarsih, sambil terus melangkah, menyelusuri jalan terjal di perbukitan. Pagi itu hingga sore harinya, Sumarsih melakukan aktifitas seperti biasanya, layakan orang di perdukuhan.

Namun anehnya lagi, sejak kejadian itu setiap senja sudah mulai menjelang, tiba-tiba saja, di tempat tidur Sumarsih tergeletak sosok bayi perempuan yang kadang menangis dan kadang bayi itu juga dalam keadaan tertidur pulas.

Sehingga sejak itu sepanjang malam, Sumarsih harus mengasuh bayi itu, seperti layaknya bayi manusia biasa, memberi minum, membasuh popok yang basah karena ompol, juga nembang dengan lirik-lirik bahasa Jawa, Iayaknya cara tradisional seorang ibu menidurkan bayinya.

Bersamaan dengan itu pula, berangsurangsur kehidupan Sumarsih makin membaik, rejeki, kekayaan dan derajatnya semakin meningi. Kini Sumarsih, menjadi orang yang paling kaya di Dukuh Kedung Pring, ladangnya berhektar-hektar dengan tenaga penggarap puluhan orang. Namun Sumarsih, tetap saja berlaku seperti sebelumnya, dia masih bersahaja, menekuni profesinya menjadi dukun bayi yang dilakukan dengan tulus dan sepenuh hati.

Cuma. -. ada saja orang sirik, yang menebar isu kalau Sumarsih memiliki Pesugihan Bayi Kuntilanak yang bersemayam sebagai ‘penunggu’ di pohon bunga kenanga yang tumbuh di halaman depan rumahnya. Memang semerbak mewangi bau bunga kenanga itu terasa lebih menyengat bila malam tiba. Malah masalah tidak mudah berhenti, kejadian-kejadian aneh silih berganti bagai berubahnya siang dan malam. Pohon bunga kenanga itupun pernah ada orang sirik yang ingin menebangnya.

Tetapi ketika orang itu mengendapendap mendekati pohon pada malam hari, tiba-tiba saja muncul sosok kuntilanak dengan wajah khas-nya yang menyeramkan.

Memang, sejak peristiwa membantu kelahiran bayi kuntilank, pada malam-malam tertentu Sumarsih, selalu muncul sambil semadi di hadapan pohon bunga kenanga itu, sambil menyuIut dupa wangi, kadang juga kemenyan dan ratus. Perilaku seperti inikah yang membuat ada saja orang sirik yang menganggap syirik perbuatan Sumarsih.
itulah cerita mistis misteri kisah pesugihan memelihara bayi kuntilanak


SUMBER : WWW.GARASIGAMING.COM

Kamis, 27 Juli 2017

Misteri Kisah Nyata Akibat Melakukan Pesugihan Gunung Kawi yang Harus tahu

Garasitogel-mistik - Akibat Pesugihan Gunung Kawi,ya semua hal yang berbau pesugihan pasti menimbulkan akibat yang beresiko tinggi.Kumpulan cerita kisah nyata pesugihan.
  Hampir seharian penuh aku duduk menyendiri di halaman belakang rumahku yang sepi. Kegagalan panen dua hari yang lalu, begitu menyiksa pikiranku. Maklum modal yang telah aku keluarkan untuk menggarap sawah beberapa waktu lalu, sangat banyak dan semuanya didapatkan dari hutang.

 Kini, dengan kegagalan panen yang kualami, aku bingung untuk mengembalikan uang pinjamannya itu. Jangankan untuk membayar hutang, untuk makan dalam beberapa hari ke depan saja aku sudah mulai mendapat kesulitan. Di tengah kebingungan itu, tiba-tiba aku teringat ucapan salah seorang teman yang selama ini hidupnya telah kaya raya, yaitu juragan Tohir yang selama ini membeli hasil panenku.

Saat itu juragan Tohir mengatakan bahwa dirinya pernah mendengar ada sebuah tempat yang dijaga seorang juru kunci di sekitar Gunung Kawi. Juru kunci itu sering dimintai pertolongan oleh orang-orang yang mengalami masalah dalam hidup.

http://garasigaming.com/

Tanpa menunggu lama, saat itu aku mencoba menemui juragan Tohir. Setelah basa-basi, aku akhirnya mengungkapkan apa yang telah aku alami. Tak lupa, aku meminta pendapat, tepatnya soal sebuah tempat yang dulu pernah dikatakan juragan ini’.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali dengan naik angkutan umum, aku sudah menuju Gunung Kawi yang amat terkenal itu. Dengan berbekal uang yang pas-pasan, aku nekat ingin mendatangi tempat yang sempat aku dengar dari juragan Tohir. Dari Blitar, Gunung Kawi memang tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu bêberapa jam saja.

Setelah sampâi di lokasi Gunung Kawi yang ramal oleh peziarah, aku membelok menyusuri jalan tidak terlalu lebar yang aku dengar dari Juragan Tohir adalah tempatnya orang mencari pesugihan.
Tak sulit aku menemukan tempat itu, nama juru kunci yang aku sebutkan kepada orang yang kutanya, dengan mudah menunjukkannya. Kebetulan pada waktu itu tempat tersebut sedang sepi dan juru kunci yang sedang aku cari berada di rumahnya.

Pasti ini yang namanya Ki Suroto, soalnya jika dilihat Sepintas, ciri-cirinya mirip dengan apa yang dikatakan Juragan Tohir, batinku pada waktu bertemu dengan lelaki tersebut.

Lelaki itu lalu mempersilahkan aku masuk ke dalam rumahnya. Secangkir kopi lalu keluar. dibawa seorang wanita tua, yang mungkin istrinya Ki Suroto.Ia sepertinya sudah tahu bakal ada tamu, maka siap-siap menyediakan minuman.

Dalam pembicaraan itu, aku mengutarakan maksud kedatanganku pada Ki Suroto. Laki-laki tua itu hanya manggut-manggut sambil sesekali mengelus jenggotnya yang sebagian telah memutih saat aku bercerita. Mulai dari masalah hutang hingga gagal panen aku ceritakan semua.

“Sebenarnya apa yang menjadi keinginanmu?” Tanya Ki Suroto sambil menatap dalam-dalam wajahku seolah menyelami pada dasar hatiku yang paling dalam.

“Saya sendiri bingung Ki, tapi yang pernah saya dengar, Ki Suroto bisa membantu orang yang kesulitan seperti saya ini, ucapku.

Ki Suroto hanya diam. Sekali lagi ditatapnya dalam-dalam mataku. Aku seperti ditelanjangi oleh lelaki tua itu. Perasaanku semakin aneh saat mata Ki Suroto menatap mataku. Karenanya buru-buru aku menundukkan kepala saat mata itu menatapku.Sesaat kemudian Ki Suroto terlihat menghela napas panjang dan setelah itu ia berkata, “Orang yang datang ke sini macam-macam tujuannya. Jika kamu ingin berziarah ke makam, silakan saja.”

“Bukan ziarah seperti itu yang saya maksud Ki. Saya ingin Ki Suroto membantu saya dengan jalan cepat, sebab jika tidak bisa-bisa anak dan istriku jadi gelandangan,” ucapku.

Ki Suroto tidak segera menjawab. Ia hanya melemparkan pandangannya ke arah rumpun bambu yang terlihat dan lubang jendela. “Syaratnya sangat berat. Selain kamu akan berdosa besar, salah seorang anakmu akan jadi korban,” terangnya dengan suara yang pelan namun penuh dengan, kepastian.

“Jadi korban gimana, Ki?” Desakku.

“Anakmu menjadi penukar kekayaan yang akan kau dapatkan,” jawab Ki Suroto.

Mendengar jawaban itu aku hanya diam. Jika sebelumnya aku sudah bertekad akan mengorbankan apa saja, tapi begitu mendengar anakku disebut hatiku menjadi ragu. Rasanya aku sangat menyayanginya dan tak mungkin aku ingin menumbalkannya.

“Bagaimana, apakah kau sanggup menuruti syaratnya?”

Aku terkejut mendengar pertanyaan Ki Suroto. Pikiranku seolah tidak konsentrasi, sebab pikiran sepertinya berada di rumah. Membayangkan keceriaan dan keluguan anak semata wayangku yang sedang duduk di kelas satu Sekoah Dasar.

Entahlah, tiba-tiba saja aku mengangguk seolah tanpa sadar dan ada sesuatu yang mengiyakan.
“Carikan aku seekor ayam jantan cemani, lalu bawalah ke sini,” kata Ki Suroto.

Hanya itulah syarat yang diminta Ki Suroto. Aku pun beranjak pulang dengan naik ojek, tapi entah karena memang keberuntunganku atau memang sudah ada kerjasama antara tukang ojek itu dengan Ki Suroto atau memang begitulah syarat yang sering diberikan pada para peziarah, tukang ojek tiba-tiba mengatakan dirinya memiliki apa yang aku cari jika aku membutuhkannya.

Maka aku tidakjadi pulang ke Blitar, dan berganti arah menuju rumah tukang ojek untuk mengambil ayam cemaninya.Lagi-lagi aku seperti beruntung, uang yang aku pegang seolah cukup, bahkan sampai pulang. Aku kembali ke rumah Ki Suroto dengan membawa ayam cemani. Sesampainya di rumah dukun tua itu, pada malam harinya ayam cemani itu lalu disembelih.

Daging serta darahnya lalu dibawa ke makam keramat yang letaknya tak jauh dan rumah KI Suroto. Aku juga menjalani ritual mandi dengan berbagai macam kembang, sebelum akhirnya menghadap ke makam keramat dan mengungkapkan apa yang aku inginkan.

Ayam cemani yang disembelih dan dikorbankan adalah simbol dari korban yang dipersembahkan pada penghuni makam. Namun pada saatnya nanti sang penghuni makam akan menagih korban yang sebenarnya sebagai penukar dan harta yang diberikan pada orang yang menginginkannya

Aku pulang dengan perasaan lega. Semua ritual telah aku laksanakan. Aku hanya tinggal menunggu hasilnya. Dalam waktu yang tidak teralu lama, aku akhirnya mendapatkan apa yang kuinginkan. Rejekiku datang tidak terduga-duga, hanya dalam waktu tiga hari setelah melakukan ritual itu, aku tiba-tiba saja saat pergi ke sawah menemukan sekantung emas yang tersembunyi di balik rumpun padinya. Kontan saja temuan itu akhirnya mampu membuat kehidupanku berubah secara drastis.

Namun, satu bulan setelah aku mendapatkan apa yang aku inginkan, anakku tiba-tiba menderita suatu penyakit yang aneh. Kulit tubuhnya berwarna kehitaman. Meski aku tahu hal itu akibat pesugihan yang sedang kujalani, tetap saja aku berusaha untuk berobat dengan membawanya ke dokter. Tapi, tetap saja tidak ada hasilnya.

Terus terang, aku memang telah senang mendapatkan apa yang aku inginkan, menjadi salah satu orang terkaya yang ada di desaku. Hampir segala bentuk barang-barang mewah aku bisa memilikinya. Tapi, saat meliliat anakku yang menderita sakit aneh itu, hatiku menjadi teriris. Tatapan mata anak lelaki itu tajamnya seolah melebihi pisau belati yang menusuk jantungku. Sempat terbersit penyesalan, namun semua sepertinya sudah terlambat dan sebab penyakit anakku sudah tidak bisa disembuhkan lagi.
Semoga kejadian itu tidak menimpa seseorang yang lain.Amin.
 
itulah kisah misteri mistis pengalaman pesugihan di gunung kawi



 

Rabu, 26 Juli 2017

Mitos Kejatuhan Cicak Di Kepala Tangan Kaki Pundak Paha Perut Punggung Arti Makna Dan Pertandanya

Garasitogel-mistik - Mitos adalah kepercayaan terhadap hal takhayul sebab akibat jika kita melakukan sesuatu hal yang termasuk dalam hal mitos yang kadang memang jauh sekali dari akan dan pikiran logis.Salah satu mitos yang sudah terkenal dan berkembang di masyarakat Indonesia sejak dahulu adalah mitos kejatuhan cicak.

makna arti pertanda kejatuhan cicak di kepala di tangan di punggung di pundak 

Mitos kejatuhan cicak atau ketiban cicak memiliki arti makna pertanda akan ketiban atau mendapat  sial bagi yang kejatuhan.Padahal kalau dilihat secara pikiran logika dan nyata yang sial justru adalah cicak karena dia tidak hati-hati hingga terjatuh,nah kalau menurut kamu yang sial itu cicaknya apa manusia yang kejatuhan cicak?

Ya itulah mitos tidak mudah memang mencernanya dengan pikiran pandangan logika.Dan pasti ada maksud dan tujuan manfaat kenapa kejatuhan cicak di anggap mitos akan mendapat kesialan,keapesan,dan mungkin musibah.Yang dapat kita ambil sisi positifnya jika kita telah kejatuhan cicak akan membuat kita makin waspada untuk menghadapi kesialan yang telah kemungkinan menanti.

Arti Makna Pertanda Mitos Kejatuhan Cicak Di Bagian Tubu Masing-Masing Artinya:

1. Mitos Kejatuhan Cicak Di Kepala
banyak pula beberapa orang yakin kalau kejatuhan cicak di kepala rejeki bakal seret dalam arti orang yang kejatuhan cicak bakal sulit untuk memperoleh rejekinya. Walau demikian dalam islam tiap-tiap orang yang lahir didunia ini rejeki itu telah diberikan waktu kita masih tetap dalam kandungan.

selain rejeki seret, nyatanya arti kejatuhan cicak juga kemungkinan pertanda kalau ada anggota keluarga yang bakal wafat. Bisa juga memiliki makna arti pertanda akan mengalami musibah seperti kecelakaan motor yang berakibat parah,dan lain-lain.

Jika kita telah kejatuhan cicak sebaiknya lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu,sisi positifnya kita jadi manusia yang tidak ceroboh,terlepas dari benar atau tidaknya mitos kejatuhan cicak tersebut.

2. Mitos Kejatuhan Cicak Di Tangan
Seperti yang kita tahu dalam melakukan pekerjaan kita selalu menggunakan kedua tangan untuk bekerja atau membuat sesuatu.Arti atau makna kejatuhan cicak di tangan adalah pertanda bahwa pekerjaan yang kamu lakukan akan sia-sia atau tidak mendapatkan hasil seperti yang di harapkan.Bisa juga bermakna rejeki kamu akan tertunda.

Ada juga yang mengartikan kamu akan kehilangan pegangan kamu dalam hal ini adalah pendamping hidup yaitu pacar,semoga saja tidak ya.Tapi jangan berkecil hati jika kamu mengalami kejatuhan cicak di tangan.Sisi positifnya adalah kamu harus lebih bersungguh-sungguh dalam bekerja atau berusaha untuk menjemput rejeki.Jadi semangat harus di tingkatkan.

3. Mitos Kejatuhan Cicak Di Kaki
Mitos ini di artikan atau bermakna akan mendapat kesialan di perjalanan yang akan kamu tuju,misalnya terpeleset di jalan,kecelakaan motor atau mobil,di cegat begal dan sebagainya.Atau bisa juga bermakna tujuan tempat kamu bepergian sedang tidak seperti yang di harapkan contohnya kamu mau ngapel ke rumah pacar,dan ternyata pacarnya tidak di rumah.Semua itu hanya kemungkinan yang pastinya belum tentu terjadi karena kesialan orang itu berbeda-beda.

Jika kamu hendak bepergian atau berangkat bekerja tapi kejatuhan cicak di kaki,maka harus lebih berhati-hati dalam perbuatan,melangkah agar siap menghadapi kesialan yang mungkin menanti.Sisi positifnya membuat kita lebih berhati-hati dalam melangkah jadi walaupun itu mitos terlepas dari kamu percaya atau tidak,pasti tidak ada salahnya kan?bertindak hati-hati.

4. Mitos Kejatuhan Cicak Di Pundak
Kejatuhan cicak di pundak memiliki makna arti kesialan pada keluarga atau beberapa orang yang anda sayangi. Bisa juga bermakna hilangnya pekerjaan anda sekarang ini.Arti yang lain adalah akan mendapat cobaan hidup dengan beban yang berat.Sisi positifnya jika kamu telah mengetahui arti makna kejatuhan cicak di pundak adalah menyiapkan mental untuk menghadapi kesialan yang mungkin menanti.Jadi jadilah lebih kuat.

5. Mitos Kejatuhan Cicak Di Paha
Mitos ini memiliki arti makna kamu bakal memperoleh masalah di jalan. Mungkin dari orang lain atau karena perbuatan anda sendiri. Yakinkan bila anda lebih waspada bila menginginkan mendatangi satu daerah. Bila kejatuhan cicak di kaki paha kanan, artinya adalah tandanya kalau anda bakal memperoleh masalah dari rekan atau teman dekat. Bila jatuhnya di kaki paha kiri,arti maknanya  adalah tandanya kalau anda bakal memperoleh masalah dari orang asing.Sisi positifnya lebih berhati-hati terhadap teman atau lawan.

Mitos Kejatuhan Kotoran Cicak
Mitos ini bermakna akan terkena sakit atau penyakit karena kotoran cicak sendiri adalah simbol penyakit.

Cara menangkal atau mengatasi kesialan dari kejatuhan cicak

Cara ini juga merupakan bagian dari mitos yang mana agar kesialan yang menimpa setelah kejatuhan cicak adalah dengan memburu atau menangkap cicak yang telah jatuh menimpa kita tersebut.Setelah kita tangkap lalu cicak itu kita bunuh dan di ludahi sambil di niatkan agar sial atau apes kita di bawa mati cicak itu.Memang ini kejam tetapi dalam agama islam kita di ajnurkan untuk membunuh cicak,untuk lebih jelasnya hadist nabi tentang cicak sebaiknya tanyakan sama kiyai atau ustadz kalian terdekat.Ternyata bunyi cicak juga mengandung arti makna tertentu seperti apa makna bunyi cicak? 

Arti Bunyi Cicak Dalam Rumah

Makna suara cicak dapat diartikan berdasarkan dari mana arah bunyi cicak itu sesuai dari posisi kita. Penafsirannya adalah seperti ini:

Bunyi cicak dari arah timur 
Artinya pekerjaan ada akan gagal atau sia sia

Bunyi cicak dari arah tenggara
Artinya akan mengalami hal yang sedang-sedang saja atau seimbang dalam hal kebahagiaan atau kesedihan begitu juga rejeki

Bunyi cicak dari arah selatan
Artinya akan bertemu dengan seseorang yang di kenal lama

Bunyi cicak dari arah baratdaya
Artinya akan mendapat kesialan atau hambatan cobaan yang besar

Bunyi cicak dari arah barat
Artinya mendapat rejeki yang baik,ini merupakan pertanda yang baik

Bunyi cicak dari arah barat laut
Artinya akan menderita sakit atau terkena penyakit

Bunyi cicak dari arah utara
Artinya akan mendapat kebaikan atau kebahagiaan

Bunyi cicak dari arah timur laut
Artinya akan mendapat cobaan hidup yang berat yang kemungkinan adalah kematian

Bunyi cicak dari atas atau persis di tengah atas
Artinya rejeki yang dinanti akan segera datang bisa juga mimpinya akan terkabul

Bunyi cicak ketika sedang membicarakan suatu perkara
Artinya yang di bicarakan adalah kebenaran.


itulah mitos kejatuhan cicak di kepala,tangan,pundak,punggung,perut,paha,dan kaki serta cara mengatasinya dan makna arti bunyi cicak.


 

Selasa, 25 Juli 2017

Kisah Nyata Misteri Manusia Kayu Dari Sragen Akibat Karma

Garasitogel-mistik - Kisah Nyata Misteri.Banyak orang menduga Sulami kena kutukan karma orang tuanya, karena Sulami lahir dengan 3 saudaranya dari seorang ibu, tanpa diketahui siapa ayahnya. Kini Sulami sudah selama 12 tahun ini seluruh tubuhnya kaku, tidak bisa digerakan sama sekali, sehingga dia hanya tergolek seperti kayu

Sulami (35), perempuan yang tinggal di Dukuh Selorejo RT 31/ XI, Desa Mojokerto, Kecamatan Kedawung, Sragen, ini menderita penyakit aneh dan langka, karena sejak berumur 10 tahun, atau sejak kelas 2 SD. Dia menderita penyakit, yang membuat tubuhnya kaku, ibarat kayu yang tidak bisa bergerak sama sekali sudah selama 12 tahun silam. Sehingga Sulami Iebih banyak tidur di dalam kamar. Meski begitu, Sulami masih berharap bisa sembuh, meski tahu, peluangnya sangat kecil.
 
http://garasigaming.com/
 
“Semoga masih ada keajaiban atau mujizat dari Tuhan,” katanya saat ditemui di rumahnya.
Penyakit yang diderita perempuan ini, sebenarnya sudah diketahui gejalanya sejak masih kecil. Ketika itu sebagian tubuhnya terasa sulit digerakkan, hanya pada jemari tangan dan kakinya saja. Tetapi lama kelamaan, menjalar ke seluruh bagian tubuh yang lain yang akhirnya melanda ke seluruh tubuhnya tidak mampu digerakkan.

Untung saja organ tubuhnya yang lain, seperti pendengarannya (telinga), pengelihatannya (mata) maupun daya ingatnya (pikiran) masih benfungsi normal, sehingga bisa diajak bicara dengan lancar dan mampu mengingat segala sesuatu yang dialaminya. Saat ini, untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari ia sangat tergantung kepada neneknya, Mbah Ginem yang usianya sudah 83 tahun, sehingga boleh dikatakan sudah renta. Tenaga Mbah Ginem sudah sangat lemah, jadi geraknya juga terbatas. Dulu, keluarganya juga sudah berupaya untuk menyembuhkannya.

Baik melalui cara medis maupun non medis, namun hasilnya nihil. Menurut Sulami, dia sempat memeriksakan penyakitnya itu, ke salah satu rumah sakit Dan hasil keterangan dokter yang memeriksanya menjelaskan, kalau Sulami mengalami pengapuran tulang dan sendi. Dengan demikian, peluangnya untuk sembuh sangatlah kecil.

“Harus operasi dan resikonya sangat tinggi untuk bisa disembuhkan atau pulih kembali seperti sediakala,” sambungnya ditemani Mba Ginem, neneknya yang setia merawatnya dan menemaninya dalam kedukaan.
Sulami hanya bisa menghibur dirinya dengan mendegarkan radio, yang selalu berada di tempat tidurnya di samping pembaringannya. Sulami mengaku lupa, kapan dia mendapatkan radio tersebut, karena waktu itu dia membeli dengan cara titip kepada kawannya. Radio itu terlihat sudah usang dimakan usia, jika ditilik dari lapisan cromenya yang sudah banyak terkelupas. Meski radio tua namun sudah bisa menangkap gelombang FM.

“Saya biasa mendengarkan gelombang radio MH FM dari pemancar radio Solo yang banyak menyiarkan acara religi,” katanya.
Meskipun sudah tua, radio itu bisa menangkap siaran radio FM. Menurutnya, stasiun radio yang berada di Solo itu, banyak menyiarkan lagu religi, serta ceramah keagamaan. Di tengah penderitaan sakitnya yang sudah menahun, Sulami dan Mbah Ginem neneknya, hidup serba kekurangan. Rumahnya yang kecil, berukuran 4 x 6 meter itu, terbuat dari batako, papan tripleks dan anyaman bambu. Nyaris tidak ada perabot di rumah itu. Sulami Si ‘Manusia Kayu’ ini suka mendengarkan ceramah keagamaan. Sulami Si ‘Manusia Kayu’ itu, ternyata juga memiliki saudara kembar yang bernama Poniyem.

Saudara kembarnya juga menderita penyakit yang sama. Namun saudara kembarnya itu, sudah mendahulul meninggal dunia, sekitar empat tahun lalu. Dia meninggal, waktu mencoba berjalan, untuk untuk menunaikan ibadah Sholat. Poniyem tiba-tiba terjatuh dan Iangsung meninggal dunia. Menurut Sulami, mereka mulai menderita penyakit Iangka itu sejak masih sekolah dasar.

“Semula Yu Paniyem dulu yang sakit,”ujarnya, sembari menambahkan, beberapa saat kemudian, dia mengalami gejala yang sama, hanya sayangnya, Poniyem lebih dulu meninggalkannya di dunia ini.
Dari keterangan dokter yang memariksanya, Sulami mengatakan, bahwa penyakit yang dideritanya itu berupa pengapuran sendi dan tulang. Penyakit itu membuat semua tulang dan sendinya menyatu, sehingga tak bisa ditekuk. Malah Poniyem sebenarnya pernah menjalani operasi di salah satu rumah sakit. “Tapi tidak ada perubahan,” katanya dan menambahkan, hal itulah yang membuat Sulami enggan menjalani operasi yang sama. Kini, Sulami hanya hidup berdua dengan Mbah Ginem, neneknya yang sudah renta, namun selalu setia merawatnya.

Keduanya hidup dalam kondisi serba kekurangan, kehidupannya tergantung belas kasihan tetangga dan orang yang menjenguknya. Meski penyakit Iangka itu, menjalari tubuh Sulami, namun tak pernah membuat dirinya putus asa. Dengan sisa tenaga dan hanya jemari tangannya saja yang sedikit bisa digerakkan. Namun dia dengan tekun untuk mengisi waktu dengan membuat aksesoris untuk para pembesuknya. Kondisi Sulami saat ini hanya bisa berbaring dengan tubuh kaku di tempat tidurnya. Sekujur tubuhnya kaku dan tidak bisa digerakkan.

Sebagian warga menjulukinya manusia kayu itu, ketika ingin pindah tempat dari pembaringannya untuk berdiri, juga harus dibantu dan diangkat oleh orang lain. Biasanya Mbah Ginem, minta tolong kepada tetangganya atau orang lain yang ada disana. 

http://garasigaming.com/

Selain itu, hanya dengan sebatang tongkat yang digunakannya untuk menahan tubuhnya. Apabila ingin berpindah tempat lantaran capek harus membutuhkan bantuan orang lain, sebab hanya persendian jari jemarinya sajalah yang masih mampu digerakkan, kendati cuma sedikit.

Ketika kami mendatangi di rumahnya, Sulami hanya bisa berbaring. Tubuh perempuan ini hanya terbujur kaku, kalau toh ingin berdiri juga dibantu orang lain. Di dekatnya ada sekeranjang manik-manik dan kerajinan tangan dari pita buatannya. Di samping kepalanya, ada kitab suci Al Qur’an, yang setiap saat dibacanya. Sulami mengaku, gejala penyakit langka yang dialaminya itu berlangsung secara tiba-tiba.
“Waktu itu, ada benjolan di tengkuk, tidak tahunya, benjolan itu terus menjalar sampal tulang belakang,” ujarnya.

Meski demikian, Sulami sempat menamatkan sekolah, hiñgga tingkat SD, sebelum tubuhnya benar-benar tidak dapat digerakkan. Dalam keterbatasannya tersebut, Sulami memanfaatkan untuk membaca Al Qur’an, berzikir dan membuat kerajinan tangan, seperti pita, gelang, dompet dan sebagainya. Hasil kerajinan tangannya itu tidak dijual, melainkan diberikan kepada orang yang menjenguknya, sebagai oleh-oleh.
“Tidak ada yang mengajari, belajar sendiri, dan hasilnya ini tidak dijual, hanya saya berikan sebagai kenang-kenangan bagi orang yang menjenguk,” ujarnya.

Sedangkan untuk keperluan bergerak,dia sering dibantu saudaranya. Baik untuk berdiri, mandi dan keperluan lainnya. Sementara itu kini mulai berdatangan orang yang menjenguk dan memberikan bantuan, seperti sembako dan uang, untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sementara itu, secara terpisah, Sunarto, Kepala Desa (Kades) Mojokerto, ketika di temui mengatakan, pihaknya merasa bingung cara mengupayakan kesembuhan Sulami. “Kalau kami bawa ke rumah sakit dan menjalani rawat inap, lalu siapa yang akan menunggu setiap harinya,” ujarnya.

Pihaknya juga sudah mengupayakan untuk melaporkan ke Dinas Kesehatan, Sragen beberapa waktu lalu. Bahkan pihak dinas kesehatan tersebut juga sudah melakukan pemantauan kesehatannya seminggu sekali. Sebenarnya, katanya, Sulami ini hanya lahir dari seorang ibu yang bernama Painem yang melahirkan 4 anaknya, masing-masing Tugiman, Poniyem, Sulami dan Susilowati. Sedangkan ayahnya tidak diketahui rimbanya. Bahkan dicatatan kependudukan di kelurahan juga tidak ada nama dan identitas ayahnya. Dengan demikian beberapa orang menduga, bahwa Sulami ini kena karma.

Mungkin saja, karena ibunya, telah berbuat asusila dengan lelaki yang tak diketahui identitasnya dan mungkin juga berganti-ganti pasangan, sehingga melahirkan 4 anaknya dengan ayah yang berbeda-beda. Kalau ibunya, ujan Sunarto, dalam kartu keluarga tencatat, meski kini keberadaan ibunya tidak setiap saat bisa ditemui, namun nama ayahnya tidak ada catatan identitasnya. Sunarto juga mengakui kalau ada orang menduga Painem telah melakukan hubungan suami istri dengan lelaki, namun tidak menikah secara resmi sehingga, bagi yang percaya, Sulami dan kembarannya, Poniyem, terdampak karma.
 itulah kisah nyata misteri mistis manusia yang badannya kaku sepert kayu


SUMBER : WWW.GARASIGAMING.COM
 

Senin, 24 Juli 2017

Cerita Mistis Misteri Keangkeran Tumbal Pesugihan Alas Purwo

Garasitogel-mistik - Cerita Kisah Misteri Mistis Pesugihan Keangkeran Alas Purwo.Karena faktor umur dan sakit-sakitan, aku di-PHK oleh perusahaan PT. Jagat Raya Abadi, sebutlah begitu. Uang pesangon yang dibërikan oleh perusahaan itu habis untuk biaya berobat ke rumah sakit. Kala itu, tahun 1998 awal, belum ada program pemerintah BPJS. Maka itu, uang yang ada terpaksa digunakan untuk kesembuhanku. Namun, malang nasibku, uang pesangon habis di rumah sakit, tapi penyakitku tidak sembuh juga. Duh Gusti..

http://garasigaming.com/

Dalam keadaan sakit-sakitan, aku ambil cicilan motor dan menjadi tukang ojek. Karena kurang lincah karena faktor kesehatan, maka hasilku mengojek hanya cukup makan bagi diriku sendiri. Untunglah, Marfuah, istriku, bisa membantu. Marfuah berdagang nasi uduk, lontong sayur dan gorengan setiap pagi, laris manis, hingga dapat membantu ekonomi rumah tangga.

Dari keuntungan dagang istriku, maka kami dapat makan tiga kali sehari. Juga bisa membayar rekening listrik dan rekening air PDAM. Juga membiayai sekolah Nurhayati, anakku di bangku SMA Partisipan. Sekolah sewasta yang bayarannya terjangkau.Istriku wanita yang setia. Dia tidak pernah mengeluh dan bekerja keras walaupun kesehatannya juga tidak prima.

Suka sakit kepala karena migren. Setiap jam 0.00 dinihari, dia bangun tidur dan memasak nasi uduk, lontong sayur dan gorengan. Ada tahu, tempe, pisang dan singkong. Selama berbulan-bulan dagang, alhamdulillah migren istriku jarang kambuh. Jika kambuh, aku yang ambil aIih berjualan. Anak perempuanku, Nurhayati, membàntu menggoreng dan membuat nasi uduk. Aku yang berjualan di tepi jalan, kurang lebih 300 meter dari rumah kami.

Akibat tidak bayar cicilan motor, akhirnya mendapat surat tarik dan motorku diambil debt collector. Akhirnya aku secara penuh membantu istriku dagang. Namun belakangan, usaha istriku dapat saingan. Ada tetangga sebelah yang berjualan juga dan barang jualannya nyaris sama dengan kami. Maka itu, pembeli terbagi dan usaha kami terancam gulung tikar. Kalah bersaing dan pembeli makin sedikit.

Istriku Marfuah bingung. Anakku Nurhayati juga bingung. Sebagai anak kepada orangtua, Nurhayati meminta aku, bapaknya untuk menjadi sopir angkot atau sopir pribadi perusahaan, karena aku punya SIM A, sim mobil. Akupun mendengarkan suara anakku. Permintaan anakku itu kupikir realistis dan masuk akal. Maka itulah, aku mendatangi semua orang yang kukenal, mungkin butuh sopir pribadi. Juga aku mendatangi bos angkot, mungkin aku bisa menjadi sopir angkot dengan setorang setiap hari.

http://garasigaming.com/

Tetapi, mencari pekerjaan sopir ternyata tak gampang. Dari seribu sasaran yang aku datangi, hanya ada dua yang menerima. Itupun, hanya bekerja sebulan, setelah itu aku dipecat lagi. Belakangan aku dengar, Pak Hendra Syamsu, pemilik mobil yang aku bawa, dikomplin anak-anak dan istrinya, agar tidak menjadikan aku sopir mereka lagi. Karena semuanya tahu bahwa aku menderita penyakit paru-paru, TBC, tuberkiosis yang bisa menular. Keluarga Pak Hendra Syamsu tidak mau ketularan penyakitku, maka itu mereka jauhkan aku dari kehidupan mereka.

Aku sangat memahami hal ini Aku mengerti bahwa seorang yang berpenyakit TBC akan banyak dihindari orang.Batukku akan membuat orang ketularan dan semua tidak mau ambil resiko itu. Padahal, belum tentu penyakit ini dapat menular kepada mereka. Jika percaya adanya Allah Azza Wajalla, mereka tak akan takut karena penyakit itu datangnya dari Allah. Jika kun fayakun, kata Allah, tidak terkena, walaupun uap batukku masuk ke tubuh mereka, mereka tak akan terkena TBC seperti aku.

Tapi ya, sudahlah, demikianlah kehidupan. Aku ikhlas menerima keadaan ini dan hanya tawakkal, bérserah diri, bergantung dan berdoa kepada Allah Yang Maha Agung. Sifat pengasih dan penyayang Allah aku minta dan aku yakin Allah akan memberikan kasih sayang dan cinta itu kepadaku, sebagai makhluk lemah yang diciptakan oleh-Nya.

Di luar dugaan, aku didatangi Pak Hendra Syamsu di suatu senja. Kala itu hari minggu, saat libur beberapa hari setelah kerusuhan Mei 1998. Setelah terjadi pembakaran di mana-mana terhadap gedung gedung milik orang Cina, mall dan ruko-ruko WNI keturunan cina.

Pak Syamsu mengajak aku ke jawa Timur, ke Banyuwangi untuk suatu urusan bisnis, katanya. Pak Syamsu memberi istriku uang yang cukup banyak, juga memberi anakku Nurhayati buat biaya sekolah.

“Bapakmu akan aku ajak kerja di Banyuwangi, kalau bapakmu lama di sana, jangan dicari, bapakmu kerja dan uang untuk keperluan kalian, akan saya berikan setiap bulan, sebagai gaji dari bapakmu,” kata Pak Syamsu kepada anakku Nurhayati, yang juga didengar oleh istriku, Marfuah.

Tanggal 25 Desember 1998 kami berdua berangkat ke Banyuwangi. Aku disenangkan dengan naik pesawat Garuda Indonesia Airline. Dari bandara Soekarno-Hatta Kota Tangerang, kami terbang ke bandara Juanda, Surabaya. Dari Surabaya, naik taksi gelap ke Banyuwangi, menuju selatan yaitu ke Alas Purwo.
“Kita bukannya ke Kota Banyuwangi, Pak?” tanyaku, lugu.

“Kita bisnisnya di hutan, hutan Alas Purwo, namanya. Yang penting keluargamu aku jamin nanti, tiap bulan biaya anakmu sekolah dan biaya rumah tanggamu, aku yang jamin,” kata Pak Hendra Syamsu, serius, dengan senyum yang setengah tulus.

Di luar pengetahuanku, ternyata Alas Punwo adalah tempat persugihan paling mumpuni di Tanah Jawa. Sama dengan daerah Tugumulyo yang keramat di kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatena Selatan.

hutan Alas Purwo. Karena perusahaannya oleng terancam bangkrut, maka Pak Syamsu disarankan dukunnya untuk melakukan pesugihan di Goa Astana. Bahkan dukun yang dimaksud, menjamin bahwa perusahaan Hendra Syamsu akan bangkit bahkan lebih maju dari pada saat sebeIumnya

Hal itu aku ketahui setelah Pak Syamsu masuk menemui pendeta dan pendeta penguasa Goa Astana menerima Pak Syamsu dalam suatu perbincangan yang serius. Sementara aku mencari tahu di luar itu, berbincang dengan pelaku pesugihan asal Kalimantan barat, Syahrial Arifin yang kukenal di situ. Dari Syahriallah aku tahu bahwa Goa Astana dan goa-goa lain yang ada di tengah Hutan Alas Purwo adalah tempat persuhihan ampuh di Indonesia. Banyak orang sukses dan orang-orang kaya berhasil setelah melakukan ritual persugihan di sini. Cerita Bang Syahrial Arifin, asal sambas, Kalimantan Barat.

Aku tersentak mendengar hal mi. Aku diajak ke Jawa Timur untuk bekerja di bisnis Pak Hendra Syamsu, eh, tidak tahunya, diajak ke Alas Purwo ke tempat persugihan mumpuni di jawa Timur ini. Lha, tugasku untuk apa, apakah hanya menemani Pak Hendra Syamsu atau untuk apa? Tanyaku, dalam hati. Belakangan, jantungku berdetak hebat dan bulu kudukku merinding, di mana Pak Hendra Syamsu telah melakukan penjanjian keramat dengan setan Alas Purwo.

Diam-diam, aku akan dijadikan tumbal - olehnya. Sebab permintaan setan Alas Purwo, Jin Panggaru, namanya, harus ada barter nyawa. Jika mau sukses, dan kesuksesan Pak Hendra Syamsu kelak, akan didapat, bila ada nyawa manusia sebagai tumbal. Dari itulah nyaku yang ditawarkan. Pertimbangannya, aku lelaki tua yang tak berguna lagi, sebab aku tidak bekerja dan sakit TBC. Jangankan bagi bangsa dan negara, bagi istri dan anakkupun, aku sudah tak berguna lagi. Maka itu, hanya akulah yang dianggap pantas untuk dimatikan sebagai persembahan tunggal, akan dimatikan selaku barter nyawa bagi jin Panggaru, penghuni gaib Hutan Alas Punwo.

Aku lalu menghitung-hitung ke masa sebelum berangkat. Pikirku, pantas saja Pak Hendra Syamsu akan menjamin keluargaku. Menjamin biaya sekolah Nurhayati anakku, menjamin hidup istriku dan rumah tangga kami. lstri dan anakku tentu senang mendengarkan tawaran itu. Sebab mereka tahu bahwa aku bekerja di Banyuwangi, bukan sebagai tumbal untuk dimatikan.

Jika istriku tahu, anakku tahu bahwa aku akan dibunuh sebagai tumbal, walau aku sudah tua, tak bekerja dan sakit-sakitan, pastilah mereka menolak. Aku tahu persis bagaimana rasa kasih Marfuah kepadaku, yang sudah hidup 40 tahun dalam mahligai perkawinan denganku. Juga anakku yang jelita, Nurhayati, pastilah tidak rela bila ayahnya dijadikan tumbal untuk persugihan berbarter nyawaku.

Syahrial Arifin membuka kedok ini dan aku sadar bahwa nyawaku dalam bahaya. Rasanya, kalau punya uang, saat itu juga aku Iari dari Alas Purwo dan pulang ke rumahku dipinggiran Jakarta Selatan. Walau hidup miskin dan sakit berat, saat aku sembahyang dan mengais di sejadah berdoa dan berzikir kepada Allah Azza Wajalal, pikiranku tenang dari semua problem hidup tidak menjadikan aku stress dan tertekan. Ada Allah, ada Allah yang membantu, yang menolongku.

Sayang, aku tak punya uang dan tidak ada kendaraan untuk kabur keluar dari hutan dan pergi ke Banyuwangi lalu pulang dengan kereta api ke Jakarta via Surabaya. Tapi, jangankan uang, rokok sebatangpun, aku tak punya. Aku bisa merokok hari itu karena pemberian Syahrial Arifin. Dia memberiku separuh bungkus rokok Gudang Garam merah kepadaku dan aku merokok. Walau TBC, aku tetap jadi perokok. Sebab dengan menghisap rokok, walau tidak aku telan, aku terhidup dan menjauhi stress dan depresi. Bila tenang, paru-paruku pun tenang dan tidak sakit, tidak sesak dan tidak nyeri di bagian dada.

Setelah lima jam bersemedi dalam Goa Astana, Alas Purwo, Pak Hendra Syamsu keluar. Dengan jantung berdetak, aku menatap matanya yang senja itu nampak kalah. Matanya melemah dan dia kelihatan sangat sedih melihat wajahku yang lesu.

“Kita pulang, Sofyan, semua sudah selesai dan kita pulang ke Jakarta malam ini juga,” katanya.
“Tapi sebelum kita beranjak dari hutan ini, kita naik ke bukit itu, namanya Bukit Karang Batu, kita berdoa di sana,” desisnya.

Aku sudah paham, bahwa Bukit Karang Batu itu sangat terjal dan tinggi. Bila aku didorong di bibirjurang, maka aku akan jatuh ke kedalaman 130 meter dan mati terbentur batu alam di bawahnya. Lalu saat itulah darahku akan dihisap jin Panggaru, sebagai tumbal persugihan yang dilakukan oelh Hendra Syamsu yang jahat.

Aku tidak menjawab apapun perkataan Syamsu. Aku terdiam seribu bahasa dan bungkam total. Batinku sangat nelangsa, gundah gulana, galau dan sedih sekali menghadapi kenyataan ini. Dalam batin aku berbicara kepada Tuhan, Sang Pencipta Alama Semesta, manusia dan jagat raya.

“Ya Allah, hina benar hidupku ini, karena tidak dapat bekerja dan sakit-sakitan, lalu dibunuh secara sia-sia sebagai tumbal persugihan.Ya Allah, Engkau Yang Maha Tahu, bagaimana cintaku kepada istri dan anak tunggalku, aku tidak ingin mati dengan cara begini. Aku terima mati sebagai takdirMu, tapi tidak dengan cara barter dengan setan. Aku ingin mati dekat istriku tercinta, anakku tersayang,” bisikku, dalam batin.

“Hei, Sofyan, kau dengar apa omonganku. Kamu budek ya? Kenapa kamu, kok malah melamun seperti ayam penyakitan begini?” bentak Hendra Syamsu, setengah marah.
Aku tetap diam. Pikiranku nanar dan kepalau terasa mulai pusing. Benar, pikirku, Syamsu akan menjadikanku tumbal dan aku akan dibunuh di Bukit Karang Batu. Entah bagaimana caranya dia bunuh aku, tapi, aku yakin aku didorong agar jatuh dan mati di jurang.
Entah bisikan dari mana, tiba-tiba aku suara di telingku lamat-lamat terdengar.
“Sofyan, ikuti saja dia, ikuti dia ke Bukit Karang Batu, apa maunya, turuti saja,” kata bisikan itu, pelan tetap jelas sekali di kupingku.
Aku merinding lagi. Jantungku berdetak hebat dan aku menuruti suara itu. Aku akan ikut Syamsu ke atas bukit, kurang lebih 1000 meter dan Goa Astana, menuju laut. “Baik Pak, kita berangkat,” jawabku, enteng.

Setelah berjalan cukup lama karena onak, duri dan belukar menghadang, sampailah kami di Bukit karangBatu. Selatannya, Samudera Hindia. Kami naik bukit dengan terengah-engah. Maklumlah aku sakit paruparu parah dan sulit bernafas. Untunglah, ada Allah yang membantu. Tiba-tiba, aku lebih kuat dari Hendra Syamsu naik ke atas bukit. Padahal tubuhnya sehat, banyak makan makanan bergizi dan vitamin serta nutrisi yang bagus. Sementara aku, jarang makan karena miskin, tidak ada gizi dan tidak juga ada nutrisi.

Dalam keadaan sakit TBC, aku tanpa obat dan tanpa suplai makanan yang memadai untuk proses kesembuhan TBC ku ni. Namun, Allah maha pengasih dan maha penyayang. Allah Azza Wajalla menolong aku dengan kasih sayang-Nya, hingga aku naik ke bukit dengan mudah dan ringan. Bahkan nafasku sangat lega dengan udara segar malam itu. Keadaan laut terlihat merah dan hutan sudah menjadi gelap. Samudera Hindia aku lihat begitu anggun dan cantik, lalu aku bersykur kepada Allah yang menciptaan alam laut dan alam hutan begitu jelita, hingga aku sangat bahagia dalam keadaan berbahaya itu.Sesampainya di bawah pohon angsana tua, dengan cepat tangan Hendra Syamsu menangkap krah bajuku dan mendorong aku ke jurang.Kau jadi tumbal dan keluarga besarmu aku jamin seumur hidup,” teriaknya.

Apa yang dikatakan Syahrial Arifin dan apa yang menjadi imajinasiku, benar adanya. Dengan cara mendorong aku ke jurang, hal itulah jadi salah satunya cara Syamsu membunuh aku. Modusnya, laporan polisi bahwa aku terjatuh di jurang. Atau dikatakannya bahwa aku bunuh diri. Maka, dia akan aman dari tuduhan pembunuhan berencana sesuai pasal hukum pidana pasal 340 KUHP dengan ancaman kurungan seumur hidup.

Aku terjatuh ke jurang. Namun Tuhan melindungiku, tanganku dapat memegang akar sebesar tanganku dan aku bergantung. Lalu, aku menginjak batu dan batu itu jatuh ke bawah. Mungkin Syamsu mengira aku jatuh dan mati di bawah jurang, lalu dia buru-buru turun bukit dan pulang ke Jakarta. Setelah merangkak dan berjuang untuknaik kembali ke pohon angsana, aku bertemu Jin Panggaru. Jin itu bukan meminta darahku, tapi dia malah memberikan sebuah ajimat sakti mandraguna kepadaku. Jimat itu berbentuk batu Samudera Hindia, King safir yang anggun. Aku dipeluk Jin Panggaru dan disuruhnya pulang ke Jakarta.

Sejak itu TBC ku sembuh. Begitu general check up di laboratorium Rumah Sakit Berlian, paru-paruku dinyatakan bersih total, normal dan aku dinyatakan sehat. Dokter yang menanganiku selama ini kaget, terkesima dan minta aku menjadi narasumber seminarnya, memberikan testimoni tentang paru-paruku yang sobek, kembali normal.

“Jika Allah berkehandak, tidak ada yang tidak mungkin di kolong langit ini. Jin Panggaru itu bukan jin, tetapi saya yakin dia Malaikat utusan Allah yang menolongmu. Bila Allah akan membantu, tak ada seorang pun yang bisa menghalangi. Bila Allah nyatakan nyawamu tidak mati hari itu, maka nyamu akan selamat bahkan kau akan sehat walafiat, bahkan penyakit mematikan pun, akan disembuhkan-Nya. ltulah kun fayakun, hanya dipunyai penguasa tunggal dan hanya Allah Azza Wajalla yang berkuasa atas Kun Faya Kun,”. desis Kiyai Hail Mulkan Ahmad, kepadaku, di pesantrennya yang nyaman di Jawa Timur.

Alhamdulillah, karena kesehatanku, aku membuat usaha rumah makan dan maju pesat. Tidak ada lagi orang yang takut kepadaku karena aku tidak pernah batuk lagi. Jangankan batuk berdarah, batuk basah pun, tidak lagi kualami. Usaha ku maju pesat, istri dan anakku membantu dengan tekun. Batu King safir aku jadikan cincin dan selalu kekenakan dijari manisku. Satu itu hanya media, yang berkuasa atasa batu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Beliau yang membuat batu itu, dengan takdirnya, Beliau memberi kekuatan pada apapun. Benda apapun, jika Allah memberikan kekuatan, akan menjadi kuat dan tangguh. Bahkan sakti mandraguna.

Hendra Syamsu malu kepadaku. Dia minta maaf dan mencium kakiku. Namun, berkat pertolongan dan bantuan Allah, usahanya makin berkibar dan tidak jadi ‘bangkrut. Namun, kami menjadi bersaudara hingga tahun 2017 ini. Sebagai muslim, aku telah memaafkan Syamsu yang sudah minta maaf. Agamaku melarang benci, iri dan dengki. Agamaku mengajarkan cinta kasih, hablumminannas dan Hablum Minallah. Agamakupun, melarang untuk sifat dendam. Maka itu, aku tak pernah dendam kepada Syamsu, walau dia punya niat jahat membunuhku.

Itulah kisah mistis misteri Korban tumbal pesugihan yang tempat pesugihan di taman nasional alas purwo,jika Allah berkehendak apapun bisa terjadi



 

Minggu, 23 Juli 2017

Cerita Pesugihan Paling Angker Di Gunung Patuha Kawah Putih Puncak Kapuk

Garasitogel-mistik - Kisah nyata pesugihan Cara mudah mendapatkan uang gaib dari bank gaib di tempat pesugihan gunung selain gunung kawi yaitu Gunung Patuha Kawah Putih dengan puncaknya dinamakan Puncak Kapuk
Cerita Misteri Ritual Pesugihan di malam pertama Yopi malah pingsan ditemui oleh cahaya warna biru yang lambat laun berubah wujud jadi sosok pria yang sangat menakutkan. Yopi menyesali perbuatan itu lantaran setelah 40 hari kemudian istrinya meninggal diambil oleh sosok Eyang Jaga Satru padahal niat Yopi hendak menumbalkan mertuanya.

http://garasigaming.com/

Satu tahun kemudian Yopi menikah lagi dengan wanita bernama Juju, namun juju sipatnya yang sering menghambur-hamburkan uang serta sering bergaul dengan istri muda para pejabat yang akhirnya ikut-ikutan meniru gaya hidupnya.

Uang gaib hasil ritualpun habis dipakai hura-hura dan ketika suaminya tidak punya uang lagi dan miskin akhirnya Yopi ditinggal pergi oleh Juju istri kedua setelah Santi istri pertama Yopi meninggal. Sepeninggal Juju Yopi hendak melakukan ritual yang kedua kalinya dan kali ini Juju lah yang hendak dijadikan tumbalnya, bagaimana kisah selengkapnya ketika Yopi ritual simak kisahnya di bawah ini.

Pada akhir Desember 2016 ini Karto sudah dua kali mengantar pelaku ritual di keramat yang satu ini, cuaca dan suhu yang sangat extrim tidak membuat kedua pelaku ini mundur walaupun kabut tebal dan angin kencang menghantam tubuh pelaku dan orang-orang yang ikut mengantar ke lokasi keramat tersebut.

Gunung Patuha Puncak Kapuk Yang di kenal Kawah Putih tepatnya berada di bawah kaki bukit Keraton Gunung Mayit dengan ketinggian 2600 meter dan permukaan laut. Betapa dinginnya tempat lokasi keramat yang satu ini, jarang ada yang kuat bertahan lama, lantaran suhu dan suasananya sangat berbeda dengan tempat-tempat keramat lainnya.

Kabut tebal dan angin kencang serta suhu yang sangat extrim ini membuat para pelaku ritual akan berpikir 2 kali untuk melakukan ritual di tempat ini.Terkadang Karto sendiripun sangat enggan untuk melangkah menuju keramat yang satu itu yang berlokasi di perkebunan teh tersebut yang berdekatan dengan tempat pariwisata Kawah Putih.

Keramat Puncak Kapuk Gunung Patuha sangat jarang disinggahi oleh para pencari berkah di bandingkan dengan tempat Pesugihan gunung kawi karena selain tempatnya sangat terpencil juga tidak diketahui keberadaannya. Hanya orang-orang tertentu saja yang tahu dan terkadang penduduk setempat pun yang menjadi pekerja pemetik daun teh merasa takut jika mendengar Puncak Kapuk lantaran di sekitar perkebunan ini sering bermunculan sosok gaib, terutama ketika sore menjelang Maghrib.

Suatu hari mandor perkebunan teh itu sedang berada di perkebunan sambil memantau para ibu-ibu yang sedang memetik daun teh. Tiba-tiba dari kejauhan melihat segerombolan orang-orang yang hendak naik ke keramat, lantas Si mandor itupun sesumbar.

“Duch... eyang jangan orang lain saja yang diberi rezeki itu, saya juga mau.”

Mungkin si mandor ini merasa iri melihat banyak orang-orang yang naik ke keramat dengan hasil yang memuaskan, itu terlihat lantaran sudah banyak orang-orang yang potong kambing di sekitar lokasi keramat itu, maklum si mandor itu saban hari selalu standby di lokasi perkebunan untuk melihat para pekerja pemetik daun teh, jadi tahu siapa-siapa saja yang suka ritual di Keramat Puncak Kapuk tepatnya di gunung patuha tersebut.

Malam harinya Si mandor perkebunan teh itu didatangi oleh sosok gaib yang tentunya sang penguasa Keramat Puncak Kapuk siapa lagi kalau bukan Eyang Jaga Satru. Ternyata jeritan hati kang mandor itu didengarnya.

“He... he... he.. cucu, ni Eyang sudah datang hendak memberi rezeki untukmu!” Sapa Eyang Jaga Satru.

“lya eyang terima kasih eyang mau memberi rezeki padaku!” jawab mandor Surya.

“Silahkan kau ambil uang dalam karung itu jadi milikmu, tapi ingat anakmu bakal eyang ambil” jawab Eyang Jaga Satru.

“Ti... ti... ti.. tidak Eyang!” Pinta mandor

“He... he... he... he... bukan kah kau minta rezeki cucu?” Tanya Eyang Jaga Satru.

“Eng... eng... eng... enggak jadi!” Jawab mandor Surya.

“Baik kalau begitu Eyang mau pamit!” Pinta Eyang.

Sepeninggal Eyang Jaga Satru, kang mandorpun merasa kaget lantaran Asep anak bungsunya menjerit seperti ketakutan! Ada apa anaknya itu dan apa yang terjadi?

Asep anak bungsunya sedang sakarotul maut tanpa sebab musabab, matanya terbelalak, tubuhnya bergulingan di atas kasur. Malam itu juga kang mandor mencari sesepuh lantaran kaget melihat anaknya yang mendadak berperilaku aneh.Sesepuh inipun memberi segelas air putih yang telah diberi jampi-jampi dan dan sesepuh inilah baru diketahui kalau Asep itu hendak dibawa oleh sosok gaib alhasil dari kang mandor sendiri yang merasa iri pada orang lain yang hendak bersekutu dengan sosok gaib.

Keangkeran Keramat Puncak Kapuk bukan sekedar isapan jempol belaka, itu bisa dibuktikan sudah beberapa pelaku yang Iari bahkan ada salah satu pelaku yang pingsan ketika ditemui oleh sosok gaib terpaksa digotong ke bawah menuju cungkup tempat istirahat pemetik teh. Kejadian seperti ini hanya membuat repot saja bagi juru kunci, jadi bagi siapa saja yang hendak melakukan ritual di keramat ini harus dipikirkan secara matang.

Dalam lingkungan keramat-keramat Gunung Mayit itu terdiri dari beberapa tempat keramat namun hanya di lokasi Puncak Kapuklah yang terbilang ritualnya sangat cepat berkisar antara 1-4 jam sudah ditemui oleh penguasa keramat tersebut namun agak extra hati-hati lantaran sosok gaib di keramat ini menampakkan wajah yang aslinya.

Junu kunci yang satu ini sudah tidak asing lagi, beliau selaku sesepuh yang sudah melanglang buana ketika usianya masih sangat muda dulu. Bahkan beliau memegang beberapa lokasi keramat khususnya di daerah Jawa Barat tenmasuk keramat Puncak Kapuk. Kehidupannya yang sangat sederhana ini membuat orang-orang sudah pada mengenalnya dan kerap disebut dengan Abah Angker.

Abah Angker bermukim di puncak gunung, beliau hidup bersama istri dan 2 orang anaknya yang masih kecil. Memang usia Abah Angker belum terlalu tua sekitar 45 tahun tapi pengalaman hidupnya dulu diterapkan hingga Sekarang-sekarang ini buktinya sudah puluhan pelaku yang sukses dalam menjalani ritual tapi tidak kurang juga pelaku yang gagal.

Di bawah ini kisah Karto ketika menerima pelaku bernama Yopi yang melakukan ritual di Gunung Puncak Kapuk Yopi terbilang orang yang sangat nekad padahal sebelumnya sudah diwanti-wanti oleh Karto untuk mengurungkan niatnya agar tidak jadi melakukan ritual lantaran selain tubuhnya yang kerempeng juga niatnya yang hendak menumbalkan mertuanya yang selalu rewel dan banyak mendoktrin dirinya itu tidak bisa ditolak kalau dirinya tetap berniat akan melaksanakan ritual tersebut lantaran saking sakit hatinya yang sudah mendarah daging.

Lantaran terus memaksa akhirnya Karto membawanya ke rumah Abah Angker selaku juru kunci tempat pesugihan di Keramat Puncak kapuk. Di rumah itulah Yopi mendapat penjelasan secara detail. Kembali Yopi diceramahi oleh Abah Angker yang maksudnya agar niatnya itu dibatalkan saja, lebih baik menikahi salah satu peri supaya hidupnya makmur.

Dasar Yopi yang sudah gelap mata keinginannya yang kuat tidak bisa digoyang, akhirnya Abah Angker inipun memanggil kang Sandang yang maksudnya untuk menemani ritual nanti takut Yopi Iari seperti pelaku-pelaku yang lainnya dan ini sangat berbahaya sekali bisa-bisa nyawanya melayang.

Perlu diketahui oleh pembaca kalau juru kunci ini selalu menyediakan salah seorang untuk menemani pelaku ritual atau yang menggantikan pelaku jika niatnya belum pas, maksudnya kang Sandang ini sebagai joki jika Si pelaku merasa takut menghadapi sosok gaib.
Jadi kang Sandang lah yang berdialog langsung dengan sosok gaib tersebut. Tugas kang Sandang inilah yang sangat diperlukan oleh juru kunci untuk menemani pelaku ritual, jadi tugas Karto bisa menemani pelaku dalam radius jarak tidak jauh yang masih di sekitar lokasi kenamat tersebut.

Memang tugas juru kunci bernama Abah Angker ini sangat tanggung jawab pada Si pelaku ritual tidak pernah meninggalkan pelaku begitu Saja lantaran tahu kalau sosok gaibnya itu cukup sangar dan membahayakan. Abah Angker selalu kontrol 2-3X pada pelaku ritual ketika ritual itu berlangsung takut ada apa-apa yang menimpa pelaku lantaran kebanyakan yang ritual di keramat yang satu ini tidak bertahan lama pasti ada yang kabur atau pingsan lantaran tidak kuat melihat sosok yang menakutkan.

Di hari pertama Yopi ritual di Keramat gunung patuha Puncak Kapuk memang sudah menunjukkan keberaniannya ritual sendiri walau juru kunci menyuruhnya ditemani oleh kang Sandang.
“Biarlah aku ritual sendirian bah, toh dari rumah sudah niat ingin sukses,” itulah ucapan Yopi pada semua orang yang ikut naik ke lokasi keramat.

Walau Yopi bicara seperti itu namun juru kunci lebih waspada akan apa yang muncul nanti di hadapannya, maka diaturlah posisi antara pelaku ritual dengan kang Sandang serta Karto yang menemani ritualnya Yopi sementara Abah Angker dengan kang Deni (joki) mengambil posisi yang paling belakang di sebuah cungkup tempat para pekerja perkebunan pemetik teh beristirahat.

Setelah acara tawasulan itu selesai Yopi pun ditinggal sendirian sementara yang lain kembali ke tempatnya masing-masing untuk bertugas menjaga dan menemani ritualnya Yopi. Mudah-mudahan acara ritual itu bisa terlaksana dengan baik serta apa yang dicita-cita oleh Yopi bisa mendapat hasil yang maksimal.

Malam itu cuaca sangat extrim, angin cukup kencang, kabut sangat tebal serta suhu yang sangat dingin sekali membuat semua yang ikut serta dalam acara ritual mengigil kedinginan. Selurub tubuh tertiup dengan rapih hingga jemari tangan memakai sarung tangan serta kaki terbungkus kaos kaki namun tetap hawa dingin itu merasuk hingga ke tulang sum-sum.

Malam itu tidak seperti biasanya extrim seperti demikian, mungkin akan menghadapi perubahan cuaca dari musim penghujan ke musim kemarau. Masih tercium bau aroma dupa hio lantaran terhembus oleh angin malam yang semakin kencang hingga pepohonanpun bergoyang cukup membuat merinding bulu kuduk. Baru kali ini Karto melihat kejadian seperti itu padahal sudah 6X menemani pelaku ritual di keramat ini. Apakah sosok gaib penghuni keramat tersebut murka ataukah memang cuaca yang tidk bersahabat.,.?

Tiba-tiba di tempat yang dipakai ritual Yopi mendadak terang benderang ada apa gerangan...? Ternyata sum bercahaya itu muncul dari sebuah benda berukuran sebesar gelas yang menimbulkan cahaya ke biru-biruan. Cahaya tersebut mengitari sesaji, entah kenapa...? Yopi mulai gelisah dengan kemunculan seberkas sinar itu, rasa dinginpun sudah tidak dihiraukan lagi.

Ketika sinar tersebut mulai berubah dengan gumpalan asap tebal tiba-tiba secara tidak sadar diapun berucap “Astagfirullah hal’adzim” spontan di tempat itu kembali menjadi gelap gulita serta merta ubo rampe pun jadi acak-acakan. Bagaimana kejadian selanjutnya yang terjadi di tempat pesugihan itu...?

Lantaran di tempat Yopi duduk ritul belum terlihat tanda-tanda terlihat cahaya lampu senter akhirnya abah kuncen, Karto dan rekan lainnya membiarkan Yopi tetap ritual dengan tenang. Mudah-mudahan saja Yopi diberikan keberkahan oleh Eyang Jaga Satru, itulah harapan dan semua rekan yang terlibat dalam acara ritual tersebut, mereka mendo’akan agar Yopi sukses dalam menjalani acara cara mendapatkan uang gaib yang nyeleneh itu lantaran pasti semua rekan-rekannya dapat bagian dari infak yang semestinya dikeluarkan untuk mereka. Infak jatuhnya 2,5% dan itu harusnya diperuntukkan fakir miskin, tua jompo, sarana Masjid dan sebagainya.

Namun dalam hal ini infak dibagikan pada rekan-rekan yang ikut serta dalam acara ritual tersebut lantaran semua yang terlibat itu terbawa dosanya juga namun bisa ditaubatkan melalui pembacaan ayat ayat suci Al-Qur’an dengan cara memanggil beberapa santri atau sesepuh berdo’a bersama. Lambat laun dosa perdosaan pun akan semakin mengurangi dan akhirnya akan sirna tapi ingat acara pembacaan do’a tersebut mesti dilakukan setiap 40 hari sekali.

Kira-kira pukul 01.15 dinihari kami semua merasa gelisah lantaran belum ada tanda-tanda Yopi menyalakan lampu senter, lalu Karto berdua dengan abah angker selaku juru kunci keramat segera beranjak dari tempat duduk yang sejak dari tadi menunggu ritualnya Yopi maksudnya hendak memeriksa Yopi apakah sudah ditemui dan berdialog dengan Eyang Jaga Satru atau belum?
Yaa... ampun Yopi malah pingsan! Yang lebih kagetnya lagi ubo rampe pada berantakan tumpah dan tempayan. Cukup merinding juga melihat tragedi seperti itu. Apakah Eyang Jaga Satru itu marah atau bagaimana...? Kita tunggu saja Yopi sebagai saksi kuncinya.

Yopi masih belum sadarkan diri, sementara rekan-rekan yang menunggu segera berdatangan lantaran sudah diberi tanda berkedip lampu senter. Semua rekan saling membantu membereskan ubo rampe yang acak-acakan.

Jujur saja ketika melihat tubuh Yopi pingsan spontan bulu kudukpun mulai tegang lantaran sosok tinggi besar masih menampakkan dirinya namun rekan-rekan tidak menyadarinya, tidak jauh dari mereka yang sedang memungut sesaji tempat sosok bayangan hitam sedang berdiri memperhatikan ke sekeliling tempat itu, matanya merah menandakan marah.

Seraya juru kunci mengajak segera turun lantaran takut ada hal yang lebih fatal lagi. Yopi digotong menuju cungkup dibawah tempat peristirahatan para pekerja pemetik daun teh. Lumayan juga beratnya tubuh Yopi, pelaku seperti inilah yang merepotkan.Karto berharap pada para pelaku yang hendak ritual itu mesti harus dipikirkan terlebih dahulu mental yang kuat, kalau sekiranya mental seperti kerupuk lebih baik tidak usah dilakukan ritual sebab hanya menyusahkan Karto dan juru kunci saja.

Cukup lama Yopi sadar dari pingsan, semua yang ikut mengantarpun membacakan do’a agar Yopi cepat siuman lantaran bingung caranya untuk membawa pulang ke rumah abah angker selaku juru kunci lantaran jaraknya sangat jauh sekali + 25 km lagi pula semua yang ikut mengantar merasa penasaran bagaimana hasil ritualnya Yopi.

Perlu diketahui saja oleh pembaca untuk sampai ke lokasi keramat Gunung Patuha Puncak Kapuk hanya bisa dilaluI oleh kendaraan roda dua, jadi bagaimana caranya menaikan Yopi pada motor, sementara tubuhnya kaku...? Setelah Yopi sadar dari pingsan barulah bisa diketahui hasil ritual tersebut.

Menurutnya kalau malam itu Yopi melihat seberkas cahaya sebesar diameter gelas, dasar Yopi melihat seberkas sinar itu berbentuk seperti bokor mas malah langsung diraih namun apa daya cahaya tersebut berubah jadi segumpal asap tebal dan lambat laun berubah wujud menjadi sosok mahluk tinggi besar hendak menerkam Yopi dan akhirnya diapun pingsan.

Di malam kedua ritual Yopi ditemani oleh Karto dan kang Deni supaya lebih jelas sosok makhluk seperti apa yang muncul itu karena ketika Karto kontrol Yopi dengan juru kunci yang Karto tahu kalau sosok itu tinggi besar dan matanya merah seperti murka.

Lagi pula kang Deni ini sering sekali menemani pelaku ritual-ritual dan terkadang kang Deni ini suka menjadi joki untuk ritual niatnya pelaku lain atau dengan kata lain kang Deni ini yang menggantikan pelaku ritual jika si pelaku merasa takut menghadapi sosok gaib tersebut, sementara kang Sandang sendiri diberi tugas oleh juru kunci untuk memantau di sekitar lokasi keramat.

Malam itu Yopi dengan sangat khusyu ritual sambil menghadap sesaji yang kemarin acak-acakan, konon menurut Yopi kalau sesaji itu tidak disukai oleh Eyang Jaga Satru dan akhirnya menyuruh hewan peliharaannya untuk memakan Suguhan tersebut, tapi tikus sebesar kucing itu malah memandang sesaji hingga acak-acakan.

Kira-kira pukul 23.15 WIB tempat keramat itu kembali jadi terang benderang, kejadiannya sama seperti di hari pertama namun kali ini Yopi makin berhati-hati dan sedikit takut oleh penampakan yang akan muncul nanti.

“He... he... he... he... geuningan manusa calutak datang deul nepungan kaula!” Tanya sosok gaib itu yang tak lain adalah Eyang Jaga Satru.

“Mu... mu... mu... muhun Eyang!” Jawab Yopi singkat.
“Naon atuh anjeun teh meni maksa hayang panggih jeung kaula, ari ku kaula didatangan kalakah he’es!” Tanya sosok ghoib tersebut.

“Aduh Eyang sanes he’es tapi sim kuring teu emut di bumi alam lantaran Eyang nganggo waragad anu pikasieuneun” jawab Yopi.

“Heu’euh sarua wae, hartina anjeun kalakah he’es” jelas sosok ghoib tersebut.

“Kuring teh sieun Eyang!” Jawab Yopi.

“Naha atuh ari sieun kalakah datang kadieu!” kata Eyang Jaga Satru.

“Kuring teh butuh dunya pamere ti Eyang anu saloba-lobana anu payu dialam kiwari!” pinta Yopi.

“Heug lamun anjeun hayang kitu mah, tapi mana balesan ti anjeun ka kaula..?” pinta Eyang Jaga Satru Balik Tanya.

“Mangga teu langkung selera Eyang anu kapilih!” jawab Yopi yang sudah gelap mata.

Yopi dibilang manusia tidak sopan oleh Eyang Jaga Satru, mungkin ketika dirinya masih mewujud sinar biru hendak ditangkap oleh kedua tangan Yopi dan setelah sinar biru itu berubah menjadi sosok yang menakutkan Yopi malah pingsan, tapi menurut sosok gaib kalau Yopi dibilang tidur.

Lantaran Yopi sangat membutuhkan dari sosok gaib lalu diapun meminta modal (diberi rezeki) khususnya dalam bentuk uang yang berlaku di alam manusia, tapi sosok gaib itu minta imbalannya sebagai tebusan kekayaan yang akan diterima oleh Yopi.

Dasar Yopi sudah gelap mata diapun langsung mengiyakan saja, entah siapa yang akan diambil nanti oleh sosok gaib tersebut. Yopi tidak sadar kalau tumbal yang akan diambil oleh Eyang Jaga satru tersebut adajah istrinya sendiri. Padahal niatnya itu hendak menumbalkan mertuanya sendiri lantaran niatnya itu diutarakan tidak secara lisan.

Setelah selesai melakukan ritual di keramat Puncak Gunung Patuha atau Puncak Kapuk Yopi benar-benar kaya raya namun kekayaannya itu tidak bisa bareng dinikmati oleh istrinya, lantaran Santi istrinya itu 40 hari setelah Yopi turun dari keramat malah meninggal kesengat aliran listrik, ketika hendak menuju kamar mandi tangannya menyenggol sambungan kabel yang mengalir pada mesin air jetpam.

Memang kekayaan yang diterima oleh Yopi jauh berbeda dengan ritual di keramat-keramat lain hingga beberapa karung atau kardus, justru jika ritual di keramat Puncak kapuk berkisar antara 2 - 3 milyar yang diterima oleh pelaku ritual dan juga tidak sebebas ritual kapan saja yang waktunya hanya hari dan bulan tertentu saja.

Abah Angker pun sudah memberi izin pada Karto untuk maksudnya sedikit mengingatkan pada pelaku-pelaku yang telah sukses melaksanakan ritual di tempat pesugihan keramat Puncak Kapuk Gunung Patuha untuk tidak mengulang ritual di keramat tersebut lantaran lambat laun Si pelaku itu sendiri bakal kena imbasnya, jadi cukup satu kali Saja jangan coba-coba dilakukan kembali ritual tersebut.

Dari hasil dialog itulah perlu kehati-hatian jangan mentang-mentang pelaku butuh modal diberi oleh sosok gaib namun tidak tuntas pembicaraan, contohnya seperti Yopi dia mengiyakan saja ketika sosok gaib itu meminta tumbal manusia sebagai wadalnya, akhirnya istri Yopi sendiri yang diambilnya untuk dijadikan tumbal tersebut, padahal dia sendiri niatnya hendak menumbalkan mertuanya.

Di sinilah perlu kehati-hatian bagi Si pelaku ritual sebab sosok gaib itu sendiri sudah pasti akan meminta tumbal pada si pelaku yakni orang yang paling disayangi oleh si pelaku dan orang yang paling dibutuhkan oleh sosok gaib itu sendiri.

Sejak meninggal Santi istrinya, Yopi memerlukan pendamping hidup dan akhirnya menikah dengan Juju. Dari hasil pernikahan inilah awal mulanya kehancuran Yopi di mana Juju memiliki sifat jamurang (red-Sunda) artinya boros dengan uang, sementara Yopi sendiri tidak pernah kontrol dengan keuangan di rumah tangga.

Lambat laun uang gaib dari hasil ritual di tempat keramat itu pun habis. Juju tidak tahan dengan kehidupan yang melarat dan akhirnya Juju memilih minggat dari rumah tangganya dan meninggalkan tanggung jawab pada suami dan anak-anaknya termasuk turunan dari Juju. Yopi tidak pernah mau mencari ke mana Juju pergi walau bagaimanapun juga kalau Juju itu bukan wanita baik yang kehidupannya selalu glamor dan suka bergaul dengan istri-istri muda para pejabat.

Kini Yopi merasakan sesal yang amat sangat sepeninggalan Santi istrinya tidak pernah menghiraukan Juju lagi lantaran Juju itu orang “Brengsek” itulah ucapan terakhir dari Yopi ketika Karto berkunjung ke rumahnya di sekitar Kabupaten Bandung. Rasa sesal suka muncul di kemudian hari, Yopi bersujud di hadapan Karto lantaran dia sungguh-sungguh Sangat menyesal. Andaikan Santi masih hidup dijamin kehidupannya tidak akan seperti ini.

Yopi berencana hendak melakukan ritual kembali dan kali ini dia akan menyerahkan Juju sebagai tumbal pesugihannya...! Apakah tujuannya akan tercapai...?

Semenjak ditinggal pergi oleh kedua istrinya, Yopi benar-benar melakukan ritual kembali di tempat keramat Puncak kapuk Gunung Patuha yang dipandu oleh abah Angker lantaran rasa sakit hatinya terhadap Juju memang sudah mendarah daging yang tidak bisa diampuni lagi ditambah dengan beban anak-anaknya dan Juju yang masih kecil dan perlu biaya pendidikan untuk masa depannya.

Setelah diberi wejangan oleh juru kunci akhirnya sore menjelang Maghrib Yopi berempat pergi menuju tempat pesugihan kerámat Puncak kapuk Gunung Patuha dengan perjalanan kendaraan roda dua, akhirnya sebelum adzan isya sudah sampai di tempat tujuan.

Seperti biasanya abah juru kuncipun Iangsung menggelar sesaji untuk memberi bakti pada sosok gaib Eyang Jaga Satru lantaran Sudah puluhan orang pelaku sudah diberikan kekayaan oleh penguasa keramat tersebut. Sekalian tawasul tentang penyampalan niat Yopi yang kedua kalinya.

Ritual malam pertama dalam hitungan jam saja tiba-tiba sosok gaib Eyang Jaga Satru pun muncul di hadapan Yopi dan terjadilah dialog khusus.

“He... he... he... he... dasar manusa belegug ilaing mah dibere modal ku kaula kalakah dipake awuntah!” Jawab Eyangiaga Satru.

Yopi diam seribu bahasa lantaran apa yang dikatakan sosok gaib itu memang benar adanya.
“Ayeuna anjeun rek naon datang deui ka kaputren?” Tanya Eyang jaga Satru.

“Hapunten Eyang, rumaos sim abdi anu lepat!” jawab Yopi.

“Nyaho kalakuan salah kalakah dilakukeun, dasar manusa teh nunustunjung ilaing mahl” kata Eyang Jaga Satru.

Artinya:
Yopi dibentak oleh Eyang Jaga Satru lantaran uang kiriman untuk modal usahanya malah habis dipakai tidak benar oleh istrinya dan itu perbuatan yang salah besar, hingga Yopi dibilang manusia tidak tahu diri.

Lantaran Yopi terus berharap pada Eyang Jaga Satru akhrinya diapun diberi pinjaman modal uang gaib (Bank Gaib) dengan jaminan 5 tahun, jika dirinya tidak sanggup mengembalikannya berarti nyawa sendirinyalah yang sebagai gantinya.

Perlu diketahui kalau Juju tidak bisa dijadikan tumbal pesugihannya lantaran tahap pertama yang harus jadi wadalnya adalah Yopi sendiri dan untuk ritual selanjutnya Juju bisa dijadikan sebagai korbannya.

ltulah cerita kisah nyata misteri pesugihan seseorang manusia yang telah melakukan ritual di tempat pesugihan keramat Puncak Kapuk, semoga pembaca bisa mengambil hikmahnya dari kisah pengalaman Yopi. Semua nama yang tercantum dalam kisah ini sudah kami samarkan demi nama baik sipelaku itu sendiri lantaran hingga kini Yopi masih hidup.

Sekian kisah nyata cerita misteri pesugihan gunung patuha sebagai tempat pesugihan paling angker paling cepat dan mudah mendapatkan uang gaib tentunya dengan tumbal nyawa.