Garasitogel-mistik - Kisah Nyata Misteri.Banyak orang menduga Sulami kena kutukan karma orang tuanya, karena Sulami lahir dengan 3 saudaranya dari seorang ibu, tanpa diketahui siapa ayahnya. Kini Sulami sudah selama 12 tahun ini seluruh tubuhnya kaku, tidak bisa digerakan sama sekali, sehingga dia hanya tergolek seperti kayu
Sulami (35), perempuan yang tinggal di Dukuh Selorejo RT 31/ XI, Desa Mojokerto, Kecamatan Kedawung, Sragen, ini menderita penyakit aneh dan langka, karena sejak berumur 10 tahun, atau sejak kelas 2 SD. Dia menderita penyakit, yang membuat tubuhnya kaku, ibarat kayu yang tidak bisa bergerak sama sekali sudah selama 12 tahun silam. Sehingga Sulami Iebih banyak tidur di dalam kamar. Meski begitu, Sulami masih berharap bisa sembuh, meski tahu, peluangnya sangat kecil.
Sulami (35), perempuan yang tinggal di Dukuh Selorejo RT 31/ XI, Desa Mojokerto, Kecamatan Kedawung, Sragen, ini menderita penyakit aneh dan langka, karena sejak berumur 10 tahun, atau sejak kelas 2 SD. Dia menderita penyakit, yang membuat tubuhnya kaku, ibarat kayu yang tidak bisa bergerak sama sekali sudah selama 12 tahun silam. Sehingga Sulami Iebih banyak tidur di dalam kamar. Meski begitu, Sulami masih berharap bisa sembuh, meski tahu, peluangnya sangat kecil.
“Semoga masih ada keajaiban atau mujizat dari Tuhan,” katanya saat ditemui di rumahnya.
Penyakit yang diderita perempuan ini, sebenarnya sudah diketahui gejalanya sejak masih kecil. Ketika itu sebagian tubuhnya terasa sulit digerakkan, hanya pada jemari tangan dan kakinya saja. Tetapi lama kelamaan, menjalar ke seluruh bagian tubuh yang lain yang akhirnya melanda ke seluruh tubuhnya tidak mampu digerakkan.
Untung saja organ tubuhnya yang lain, seperti pendengarannya (telinga), pengelihatannya (mata) maupun daya ingatnya (pikiran) masih benfungsi normal, sehingga bisa diajak bicara dengan lancar dan mampu mengingat segala sesuatu yang dialaminya. Saat ini, untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari ia sangat tergantung kepada neneknya, Mbah Ginem yang usianya sudah 83 tahun, sehingga boleh dikatakan sudah renta. Tenaga Mbah Ginem sudah sangat lemah, jadi geraknya juga terbatas. Dulu, keluarganya juga sudah berupaya untuk menyembuhkannya.
Baik melalui cara medis maupun non medis, namun hasilnya nihil. Menurut Sulami, dia sempat memeriksakan penyakitnya itu, ke salah satu rumah sakit Dan hasil keterangan dokter yang memeriksanya menjelaskan, kalau Sulami mengalami pengapuran tulang dan sendi. Dengan demikian, peluangnya untuk sembuh sangatlah kecil.
“Harus operasi dan resikonya sangat tinggi untuk bisa disembuhkan atau pulih kembali seperti sediakala,” sambungnya ditemani Mba Ginem, neneknya yang setia merawatnya dan menemaninya dalam kedukaan.
Sulami hanya bisa menghibur dirinya dengan mendegarkan radio, yang selalu berada di tempat tidurnya di samping pembaringannya. Sulami mengaku lupa, kapan dia mendapatkan radio tersebut, karena waktu itu dia membeli dengan cara titip kepada kawannya. Radio itu terlihat sudah usang dimakan usia, jika ditilik dari lapisan cromenya yang sudah banyak terkelupas. Meski radio tua namun sudah bisa menangkap gelombang FM.
“Saya biasa mendengarkan gelombang radio MH FM dari pemancar radio Solo yang banyak menyiarkan acara religi,” katanya.
Meskipun sudah tua, radio itu bisa menangkap siaran radio FM. Menurutnya, stasiun radio yang berada di Solo itu, banyak menyiarkan lagu religi, serta ceramah keagamaan. Di tengah penderitaan sakitnya yang sudah menahun, Sulami dan Mbah Ginem neneknya, hidup serba kekurangan. Rumahnya yang kecil, berukuran 4 x 6 meter itu, terbuat dari batako, papan tripleks dan anyaman bambu. Nyaris tidak ada perabot di rumah itu. Sulami Si ‘Manusia Kayu’ ini suka mendengarkan ceramah keagamaan. Sulami Si ‘Manusia Kayu’ itu, ternyata juga memiliki saudara kembar yang bernama Poniyem.
Saudara kembarnya juga menderita penyakit yang sama. Namun saudara kembarnya itu, sudah mendahulul meninggal dunia, sekitar empat tahun lalu. Dia meninggal, waktu mencoba berjalan, untuk untuk menunaikan ibadah Sholat. Poniyem tiba-tiba terjatuh dan Iangsung meninggal dunia. Menurut Sulami, mereka mulai menderita penyakit Iangka itu sejak masih sekolah dasar.
“Semula Yu Paniyem dulu yang sakit,”ujarnya, sembari menambahkan, beberapa saat kemudian, dia mengalami gejala yang sama, hanya sayangnya, Poniyem lebih dulu meninggalkannya di dunia ini.
Dari keterangan dokter yang memariksanya, Sulami mengatakan, bahwa penyakit yang dideritanya itu berupa pengapuran sendi dan tulang. Penyakit itu membuat semua tulang dan sendinya menyatu, sehingga tak bisa ditekuk. Malah Poniyem sebenarnya pernah menjalani operasi di salah satu rumah sakit. “Tapi tidak ada perubahan,” katanya dan menambahkan, hal itulah yang membuat Sulami enggan menjalani operasi yang sama. Kini, Sulami hanya hidup berdua dengan Mbah Ginem, neneknya yang sudah renta, namun selalu setia merawatnya.
Keduanya hidup dalam kondisi serba kekurangan, kehidupannya tergantung belas kasihan tetangga dan orang yang menjenguknya. Meski penyakit Iangka itu, menjalari tubuh Sulami, namun tak pernah membuat dirinya putus asa. Dengan sisa tenaga dan hanya jemari tangannya saja yang sedikit bisa digerakkan. Namun dia dengan tekun untuk mengisi waktu dengan membuat aksesoris untuk para pembesuknya. Kondisi Sulami saat ini hanya bisa berbaring dengan tubuh kaku di tempat tidurnya. Sekujur tubuhnya kaku dan tidak bisa digerakkan.
Sebagian warga menjulukinya manusia kayu itu, ketika ingin pindah tempat dari pembaringannya untuk berdiri, juga harus dibantu dan diangkat oleh orang lain. Biasanya Mbah Ginem, minta tolong kepada tetangganya atau orang lain yang ada disana.
Penyakit yang diderita perempuan ini, sebenarnya sudah diketahui gejalanya sejak masih kecil. Ketika itu sebagian tubuhnya terasa sulit digerakkan, hanya pada jemari tangan dan kakinya saja. Tetapi lama kelamaan, menjalar ke seluruh bagian tubuh yang lain yang akhirnya melanda ke seluruh tubuhnya tidak mampu digerakkan.
Untung saja organ tubuhnya yang lain, seperti pendengarannya (telinga), pengelihatannya (mata) maupun daya ingatnya (pikiran) masih benfungsi normal, sehingga bisa diajak bicara dengan lancar dan mampu mengingat segala sesuatu yang dialaminya. Saat ini, untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari ia sangat tergantung kepada neneknya, Mbah Ginem yang usianya sudah 83 tahun, sehingga boleh dikatakan sudah renta. Tenaga Mbah Ginem sudah sangat lemah, jadi geraknya juga terbatas. Dulu, keluarganya juga sudah berupaya untuk menyembuhkannya.
Baik melalui cara medis maupun non medis, namun hasilnya nihil. Menurut Sulami, dia sempat memeriksakan penyakitnya itu, ke salah satu rumah sakit Dan hasil keterangan dokter yang memeriksanya menjelaskan, kalau Sulami mengalami pengapuran tulang dan sendi. Dengan demikian, peluangnya untuk sembuh sangatlah kecil.
“Harus operasi dan resikonya sangat tinggi untuk bisa disembuhkan atau pulih kembali seperti sediakala,” sambungnya ditemani Mba Ginem, neneknya yang setia merawatnya dan menemaninya dalam kedukaan.
Sulami hanya bisa menghibur dirinya dengan mendegarkan radio, yang selalu berada di tempat tidurnya di samping pembaringannya. Sulami mengaku lupa, kapan dia mendapatkan radio tersebut, karena waktu itu dia membeli dengan cara titip kepada kawannya. Radio itu terlihat sudah usang dimakan usia, jika ditilik dari lapisan cromenya yang sudah banyak terkelupas. Meski radio tua namun sudah bisa menangkap gelombang FM.
“Saya biasa mendengarkan gelombang radio MH FM dari pemancar radio Solo yang banyak menyiarkan acara religi,” katanya.
Meskipun sudah tua, radio itu bisa menangkap siaran radio FM. Menurutnya, stasiun radio yang berada di Solo itu, banyak menyiarkan lagu religi, serta ceramah keagamaan. Di tengah penderitaan sakitnya yang sudah menahun, Sulami dan Mbah Ginem neneknya, hidup serba kekurangan. Rumahnya yang kecil, berukuran 4 x 6 meter itu, terbuat dari batako, papan tripleks dan anyaman bambu. Nyaris tidak ada perabot di rumah itu. Sulami Si ‘Manusia Kayu’ ini suka mendengarkan ceramah keagamaan. Sulami Si ‘Manusia Kayu’ itu, ternyata juga memiliki saudara kembar yang bernama Poniyem.
Saudara kembarnya juga menderita penyakit yang sama. Namun saudara kembarnya itu, sudah mendahulul meninggal dunia, sekitar empat tahun lalu. Dia meninggal, waktu mencoba berjalan, untuk untuk menunaikan ibadah Sholat. Poniyem tiba-tiba terjatuh dan Iangsung meninggal dunia. Menurut Sulami, mereka mulai menderita penyakit Iangka itu sejak masih sekolah dasar.
“Semula Yu Paniyem dulu yang sakit,”ujarnya, sembari menambahkan, beberapa saat kemudian, dia mengalami gejala yang sama, hanya sayangnya, Poniyem lebih dulu meninggalkannya di dunia ini.
Dari keterangan dokter yang memariksanya, Sulami mengatakan, bahwa penyakit yang dideritanya itu berupa pengapuran sendi dan tulang. Penyakit itu membuat semua tulang dan sendinya menyatu, sehingga tak bisa ditekuk. Malah Poniyem sebenarnya pernah menjalani operasi di salah satu rumah sakit. “Tapi tidak ada perubahan,” katanya dan menambahkan, hal itulah yang membuat Sulami enggan menjalani operasi yang sama. Kini, Sulami hanya hidup berdua dengan Mbah Ginem, neneknya yang sudah renta, namun selalu setia merawatnya.
Keduanya hidup dalam kondisi serba kekurangan, kehidupannya tergantung belas kasihan tetangga dan orang yang menjenguknya. Meski penyakit Iangka itu, menjalari tubuh Sulami, namun tak pernah membuat dirinya putus asa. Dengan sisa tenaga dan hanya jemari tangannya saja yang sedikit bisa digerakkan. Namun dia dengan tekun untuk mengisi waktu dengan membuat aksesoris untuk para pembesuknya. Kondisi Sulami saat ini hanya bisa berbaring dengan tubuh kaku di tempat tidurnya. Sekujur tubuhnya kaku dan tidak bisa digerakkan.
Sebagian warga menjulukinya manusia kayu itu, ketika ingin pindah tempat dari pembaringannya untuk berdiri, juga harus dibantu dan diangkat oleh orang lain. Biasanya Mbah Ginem, minta tolong kepada tetangganya atau orang lain yang ada disana.
Selain itu, hanya dengan sebatang tongkat yang digunakannya untuk menahan tubuhnya. Apabila ingin berpindah tempat lantaran capek harus membutuhkan bantuan orang lain, sebab hanya persendian jari jemarinya sajalah yang masih mampu digerakkan, kendati cuma sedikit.
Ketika kami mendatangi di rumahnya, Sulami hanya bisa berbaring. Tubuh perempuan ini hanya terbujur kaku, kalau toh ingin berdiri juga dibantu orang lain. Di dekatnya ada sekeranjang manik-manik dan kerajinan tangan dari pita buatannya. Di samping kepalanya, ada kitab suci Al Qur’an, yang setiap saat dibacanya. Sulami mengaku, gejala penyakit langka yang dialaminya itu berlangsung secara tiba-tiba.
“Waktu itu, ada benjolan di tengkuk, tidak tahunya, benjolan itu terus menjalar sampal tulang belakang,” ujarnya.
Meski demikian, Sulami sempat menamatkan sekolah, hiñgga tingkat SD, sebelum tubuhnya benar-benar tidak dapat digerakkan. Dalam keterbatasannya tersebut, Sulami memanfaatkan untuk membaca Al Qur’an, berzikir dan membuat kerajinan tangan, seperti pita, gelang, dompet dan sebagainya. Hasil kerajinan tangannya itu tidak dijual, melainkan diberikan kepada orang yang menjenguknya, sebagai oleh-oleh.
“Tidak ada yang mengajari, belajar sendiri, dan hasilnya ini tidak dijual, hanya saya berikan sebagai kenang-kenangan bagi orang yang menjenguk,” ujarnya.
Sedangkan untuk keperluan bergerak,dia sering dibantu saudaranya. Baik untuk berdiri, mandi dan keperluan lainnya. Sementara itu kini mulai berdatangan orang yang menjenguk dan memberikan bantuan, seperti sembako dan uang, untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sementara itu, secara terpisah, Sunarto, Kepala Desa (Kades) Mojokerto, ketika di temui mengatakan, pihaknya merasa bingung cara mengupayakan kesembuhan Sulami. “Kalau kami bawa ke rumah sakit dan menjalani rawat inap, lalu siapa yang akan menunggu setiap harinya,” ujarnya.
Pihaknya juga sudah mengupayakan untuk melaporkan ke Dinas Kesehatan, Sragen beberapa waktu lalu. Bahkan pihak dinas kesehatan tersebut juga sudah melakukan pemantauan kesehatannya seminggu sekali. Sebenarnya, katanya, Sulami ini hanya lahir dari seorang ibu yang bernama Painem yang melahirkan 4 anaknya, masing-masing Tugiman, Poniyem, Sulami dan Susilowati. Sedangkan ayahnya tidak diketahui rimbanya. Bahkan dicatatan kependudukan di kelurahan juga tidak ada nama dan identitas ayahnya. Dengan demikian beberapa orang menduga, bahwa Sulami ini kena karma.
Mungkin saja, karena ibunya, telah berbuat asusila dengan lelaki yang tak diketahui identitasnya dan mungkin juga berganti-ganti pasangan, sehingga melahirkan 4 anaknya dengan ayah yang berbeda-beda. Kalau ibunya, ujan Sunarto, dalam kartu keluarga tencatat, meski kini keberadaan ibunya tidak setiap saat bisa ditemui, namun nama ayahnya tidak ada catatan identitasnya. Sunarto juga mengakui kalau ada orang menduga Painem telah melakukan hubungan suami istri dengan lelaki, namun tidak menikah secara resmi sehingga, bagi yang percaya, Sulami dan kembarannya, Poniyem, terdampak karma.
Ketika kami mendatangi di rumahnya, Sulami hanya bisa berbaring. Tubuh perempuan ini hanya terbujur kaku, kalau toh ingin berdiri juga dibantu orang lain. Di dekatnya ada sekeranjang manik-manik dan kerajinan tangan dari pita buatannya. Di samping kepalanya, ada kitab suci Al Qur’an, yang setiap saat dibacanya. Sulami mengaku, gejala penyakit langka yang dialaminya itu berlangsung secara tiba-tiba.
“Waktu itu, ada benjolan di tengkuk, tidak tahunya, benjolan itu terus menjalar sampal tulang belakang,” ujarnya.
Meski demikian, Sulami sempat menamatkan sekolah, hiñgga tingkat SD, sebelum tubuhnya benar-benar tidak dapat digerakkan. Dalam keterbatasannya tersebut, Sulami memanfaatkan untuk membaca Al Qur’an, berzikir dan membuat kerajinan tangan, seperti pita, gelang, dompet dan sebagainya. Hasil kerajinan tangannya itu tidak dijual, melainkan diberikan kepada orang yang menjenguknya, sebagai oleh-oleh.
“Tidak ada yang mengajari, belajar sendiri, dan hasilnya ini tidak dijual, hanya saya berikan sebagai kenang-kenangan bagi orang yang menjenguk,” ujarnya.
Sedangkan untuk keperluan bergerak,dia sering dibantu saudaranya. Baik untuk berdiri, mandi dan keperluan lainnya. Sementara itu kini mulai berdatangan orang yang menjenguk dan memberikan bantuan, seperti sembako dan uang, untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sementara itu, secara terpisah, Sunarto, Kepala Desa (Kades) Mojokerto, ketika di temui mengatakan, pihaknya merasa bingung cara mengupayakan kesembuhan Sulami. “Kalau kami bawa ke rumah sakit dan menjalani rawat inap, lalu siapa yang akan menunggu setiap harinya,” ujarnya.
Pihaknya juga sudah mengupayakan untuk melaporkan ke Dinas Kesehatan, Sragen beberapa waktu lalu. Bahkan pihak dinas kesehatan tersebut juga sudah melakukan pemantauan kesehatannya seminggu sekali. Sebenarnya, katanya, Sulami ini hanya lahir dari seorang ibu yang bernama Painem yang melahirkan 4 anaknya, masing-masing Tugiman, Poniyem, Sulami dan Susilowati. Sedangkan ayahnya tidak diketahui rimbanya. Bahkan dicatatan kependudukan di kelurahan juga tidak ada nama dan identitas ayahnya. Dengan demikian beberapa orang menduga, bahwa Sulami ini kena karma.
Mungkin saja, karena ibunya, telah berbuat asusila dengan lelaki yang tak diketahui identitasnya dan mungkin juga berganti-ganti pasangan, sehingga melahirkan 4 anaknya dengan ayah yang berbeda-beda. Kalau ibunya, ujan Sunarto, dalam kartu keluarga tencatat, meski kini keberadaan ibunya tidak setiap saat bisa ditemui, namun nama ayahnya tidak ada catatan identitasnya. Sunarto juga mengakui kalau ada orang menduga Painem telah melakukan hubungan suami istri dengan lelaki, namun tidak menikah secara resmi sehingga, bagi yang percaya, Sulami dan kembarannya, Poniyem, terdampak karma.
itulah kisah nyata misteri mistis manusia yang badannya kaku sepert kayu
SUMBER : WWW.GARASIGAMING.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar