Rabu, 12 Juli 2017

Cerita Pendek Novel Cinta Romantis,Istriku Bidadari Pulau Kayangan

Garasitogel-mistik - kali ini akan berbagi kisah cerita horor nyata, agak romantis yang menambah koleksi Kumpulan Cerpen di blog Garasitogel-mistik ini. Langsung saja kita simak cerita misteri mistis kisah romantis bidadari Pulau Kayangan.

http://garasigaming.com/

Kami temukan sebuah Pulau kosong yang muncul secara misterius di tengah Samudera Hindia. Pulau apa itu? entahlah, kami tidak tahu. Namun ketika kami menjelajah,ditengah pulau itu ada sebuah batu bergambar. Batu berukuran dengan dimensi sekitar 2 meter bertuliskan aksara abstrak ekspresionist,antahberantah dengan gambar wanita jelita.

Kami tidak memahami tulisan dan lukisan itu. Namun, pada saat kami pegang bersama, empat orang, batu itu bergerak dan menguncang seisi pulau. Artinya, batu itu tak mau dipindahkan dan dijamah manusia biasa.

Semua pohon berayun dan tanah merekah tiba-tiba. Kami terperanjat dan segera keluar meninggalkan pulau dan kembali ke perahu. Hasil tangkapan ikan di perahu, kami bawa merapat ke Pacitan dan pulang ke rumah. Hasil yang sangat minim karena gelombang laut tidak bersahabat dan ikan tidak begitu banyak. Apalagi gerimis terus membasuh laut, sehingga ikan banyak yang mengalir ke tempat yang jauh dan aman.

Peristiwa unik itu kami alami pada Malam Jumat Kliwon, 15 Juni 2012: Saat itu kami melaut di malam hari, nekad karena beberapa waktu lalu kami kurang hasil tangkapan laut. Kami membutuhkan banyak tangkapan untuk memenuhi asap dapur. Juga membeli bahan bakar yang saat itu harganya melambung. Kami berlayar sekitar 65 mil laut dari Pantai Watukarung dan Klayar ke selatan. Hampir di tengah Samudera Hindia. Tempat di mana ikan bergerombol dan banyak sekali. Alhamdulillah malam itu jalan kami menangkap banyak ikan dan suksés.

Pukul 23.00 WIB, tiba-tiba mata kami melihat sebuah pulau di selatan kami. Pulau kecil dengan pepohonan belukar serta tanaman payau di sekitarnya. Pulau apa itu? Tanyaku, kepada tiga teman yang lain. Semua menggeleng dan memberi pertanda bahwa tidak mengerti. Tapi, walau kami tidak tahu pulau apa itu, namun kami memutuskan sandar di pulau itu. Kami tautkan tali perahu ke pohon angsana dan kami masuk dengan senter besar ke dalam pulau.

Di dalam hutan pulau misterius itu, kami memukan batu unik lalu setelah dipegang, pulau bergoyang dan terjadi gempa bumi seketika. Terjadi hiruk pikuk pepohonan yang bertabrakan dan buah-buah kepala yang tumbang. Kami berempat lari meninggalkan pulau dan kabur kembali ke pangkalan pantai Watukarung, Pacitan, Jawa limur.

Kami menceritakan keadaan ini pada warga kampung. Baik tetangga maupun pejabat kabupaten. Bahwa ada pulau misterius di selatan Pacitan. Pulau yang tiba-tiba muncul dan berisi batu tua dengan tulisan aksara abstarak ekspresionist. Semua orang tertarik dan ingin menyaksikan pulau itu.

Maka beberapa kapal diberangkatkan ke lokasi dengan hitungan kompas, yang ternyata pulau itu sebenarnya tidak pernah ada. Hingga beberapa kali ke sana, warga tak melihat pulau yang dimaksud.Jadi pulau itu sebenamya tidak nampak dan tak pernah ditemukan oleh siapapun, kecuali kami berempat.


Pada suatu malam, Malam Selasa Pon, 7 Agustus 2012 aku dapat impian. Seorang wanita setengah baya berwajah cantik jelita datang kepadaku, meminta agar aku datang sendirian ke pulau itu. Dia menamakan pulau misterius itu sebagai Pulau Kayangan. Tapi wanita mengaku bernama Dewi Purwanti tersebut, meminta agar aku datang sendirian. Tidak boleh berteman dan tidak boleh ada orang lain yang menyaksikan.

“Aku akan memberikan sesuatu yang sangat berharga untukmu, maka itu datanglah ke Pulau Kayangan, sendirian,” pintanya. Tapi ingat, jangan memberitahu siapapun. Termasuk istri dan anak-anakmu pun, tidak boleh tau.

Lama juga aku termenung, berfikir dan meresapi impian itu. Yang kusebut sebagai bisikan gaib. Selama ini, soal apapun, soal hasil tangkapan, kendala di laut dan penderitaan karena ombak besar, aku ceritakan kepada istri dan anak-anakku di meja makan. Tapi, kali ini, soal misteri ini, aku tak boleh memberitahukan mereka. Sementara mereka adalah belahan jiwaku. Bagian dari hidupku yang harus tahu apapun pengalamanku di laut dan apapun yang aku alami dalam kehidupan ini.

Penasaran. Ya, aku sangat penasaran dan tertantang untuk kembali ke Pulau Kayangan ini. Tapi, aku harus sendirian dan melakukan perjalanan yang sangat rahasia,. Bahkan harus penjalanan tengah malam ke laut, berlayar ke arah selatan dari Kota Pacitan. Tengah malam, supaya jalanan ke laut sepi dan kepergianku ke Samudera Hindia itu tidak diketahui oleh seorang pun.

Duh Gusti, pikirku, betapa beratnya tantangan ini Akankah aku melakukan hal ini dan akankah aku merahasiakan perjalanan penting dan beresiko tinggi ini kepada istri dan tiga anakku? Entahlah, aku belum dapat memutuskan hal itu. Namun aku tertantang dan penasaran ingin tahu, hadiah apa yang akan diberikan Dewi Purwanti kepadaku.

Setelah sekian lama aku benfikir dan menimbang-nimbáng, Hari Jumat Pahing, 31 Agustus 2012 aku berangkat. Pikirku, aku bersama Tuhanku, setelah sekian lama aku benzikir, tahajut dan ngewirid untuk perjalanan mengerikan ini. Aku pamit kepada istri dan anak-anakku akan ke Surabaya. Alasanku mengunjungi Pakde Suharyadi di Ketintang, yang memanggilku untuk suatu pekerjaan membuat kapal. Memang aku ahli membuat kapal kayu dan Pakdeku punya panglong kayu di dekat Tanjung perak, pinggir laut utara untuk dijadikan kapal kecil.

lstri dan anakku mengijinkan aku ke Surabaya. Tetapi aku telah menyiapkan perahu motor pinjaman dari teman dan Trenggalek, timur Pacitan. Jika aku pinjam perahu dari Pacitan, pasti jadi masalah. Semua teman nelayanku dikenal oleh istri dan anak-anakku. Pastilah mereka akan tahu kalau aku berlayar ke Samudera Hindia karena kapal pinjaman teman teman itu. Tapi, dari Tnenggalek, kurasakan Iebih aman dan istri serta anakku takkan tahu hal ini.

Han Sabtu Pon, 1 September 2012 jam 23.45 tengah malam, aku sudah sampai ke Pulau Kayangan dari Pantai Tenggeleng, Trenggalek. Hujan deras di pulau tengah samudera ini. Kilat dan petir bersautan dan beberapa pohon roboh disambar petir. Duh Gusti, tiba tiba cuaca sangat dingin mengigit tulang. Udara bengerak berkisar antara 10 atau 11 derajat celsius. Dingin seperti di dalam kulkas. Tubuhku mengigil dan gigiku mengeretak.

“Tuhan, kenapa begini dingin?” bisikku.

Aku segera melempar tali perahu motor dan mengikatkannya di batu besar pinggir pantai. Aku segera memasuki pulau dan berselimut di bawah pohon tembesu berumur sekitar 4000 tahun. Pikirku pohon besar ini tak mudah dirubuhkan angin. Aku butuh penghangat dari potion berikut selimut tebal yang selama ini tersimpan di sorokan laci perahu motor.

Beberapa saat kemudian sinar kilat menetap. Terang benderang di atas kepalaku. Di luar dugaan, dan sinar benderang itu turun bidadari cantik berambut pirang, Kulitnya putih hidungnya mancung. Dan semua itu jelas aku saksikan dan cahaya benderang dan kilat di separuh langit.

“Ya Allah, Ya Tuhaku, makhluk apakah itu. Benarkah dia bidadari Dewi Purwanti yang datang dalam impianku. Dewi Purwanti yang meminta aku merahasiakan perjalanan malam ke Pulau Kayangan ini?” tanyaku, dalam batin.

Subhanallah. Aku seperti mimpi setelah makhluk cantik itu dekat denganku. Di bawah pohon tembesu tua dia turun dan menunjukkan dirinya yang sangat super jelita.

“AkulahDewi Purwanti yang datang dalam impianmu di rumahmu. AKulah yang meminta engkau untuk merahasiakan kedatanganmu di Pulau Kayangan ini.

Akulah yang menjanjikan akan memberikan hadiah sangat berharga kepadamu untuk kehidupanmu dan keluargamu agar lebih baik. Tapi syaratnya sederhana, setiap malam jumat kliwon setiap bulan, engkau datang ke sini dan sangat rahasia.

lnilah hadiah untukmu yang aku janjikan. Ini emas sepuluh kilogram. Emas 24 karat dan engkau bisa jual untuk kehidupanmu yang lebih baik. Setiap bulan aku akan memberikanmu emas seberat ini dan rahasiakan. Jika ada pun tahu, maka hubungan kita terputus dan selamanya kita tidak akan bertemu lagi,” imbuhnya, dengan matanya yang bulat dan tajam, tapi indah sekali. Matanya bagaikan mata Mumtaz yang anggun dan teduh.

Kita menikah malam ini juga dan kita sah sebagai suami istri. Engkau mau? Tidak keberatan menjadi suamiku? Tanyanya.

“Beristrikan bidadari super cantik, siapa yang menolak dan memberikan emas yang banyak pula yang menjadi kekuasaannya di Pulau Kayangan,” bisikku, dalam hati.

Dewi Purwanti aku nikahi. Kami berdua berikrar untuk bersuami istri. Namun anehnya, hanya statusnya saja bersuami istri. Dewi Purwanti tidak punya nafsu syahwat sebagaimana manusia. Maklumlah dia dewi, bukan wanita biasa. Akupun, dibuatnya kehilangan syahwat dan takada aksi’kami yang menunjukkan kami sebagai suami istri seperti manusia.

Kami hanya berdua dengan memegang jemari dan mencium rambutnya yang wangi bunga melati. lndah sekali. Dia merebahkan dirinya di bahuku dan aku mengusap punggungnya yang mulus dan lembut. Hanya itu yang kami lakukan dan kami berpisah saat sang fajar telah menampakkan diri kekuningan di sisi timur Pulau Kayangan.

“Bila matahari sudah terbit, aku harus raib karena tubuhku akan terbakar matahari, berbeda dengan manusia biasa yang tahan hujan dan panas, aku tidak tahan panas. Aku hanya bisa dengan udara dingin 10 hingga 15 clerajat seperti saat ini,” tuturnya. Sinar matahari pun, merebak dari Hutan Alas Purwo di Banyuwangi, Jawa Timur dan Bali.

Dalam hitungan detik setelah suasana langit mulai terang, Dewi Purwanti menghilang terbang ke angkasa. Dia melayang dengan kecepatan tinggi di atas Pulau Kayangan menuju atap bumi.

“Selamat tinggal suamiku, sampai bertemu Malam Jumat Kliwon nanti,” katanya.

Dengan tertatih ku mengeluarkan perahu dari PuIau Kayangan. Dalam keadaan sadar, aku melihat Pulau Kayangan bergoyang dan akhirnya besama semua pohon tua dan batu bertuliskan aksara Antah berantah dan gambar Wajah Bidadari, masuk ke perut Samudera Hindia dan lenyap ke dasar laut.

“Oh Tuhan, Pulau Kayangan itu bukan pulau biasa. Bukan pulau fisik dan zohir sebagai pulau lain yang ada di tengah Samudera, seperti Pulau Chrismast Island di Australia dan Pulau Coco di selatan Chrismast Islam yang pernah kami dekati.

Arkian, ternyata pulau ini pulau mistik. Pulau yang ada namun tiada. Pulau yang tiada namun ada. Hanya kami berempat dan kini hanya aku yang dapat melihat pulau itu. Bahkan memasukinya atas kehendak pemilik pulau itu yaitu Dewi Purwanti. Dewi kayangan yang menghuni langit di atas Pulau Misteri itu.

Emas pemberian Dewi Purwani aku bawa pulang, Aku melakukan perjalanan panjang di laut hingga tengah malam aku baru tiba di ternggalek dan mengembalikan perahu. Namun emas itu aku simpan dulu di sebuah tempat yang sangat aman dan rahasia di Pantai Telengria. Emas itu akul jual di surabaya dan berhasil mendapatka uang Rp 3 milyar. Uang itu langsung aku masukkan deposito Bank Beranti Jaya dan sebagian lagi aku berikan kepada istriku di kampung Dengkeau, pinggir Pacitan.

Karena bantuan Allah, kasih sayang Allah karena zikir, wirid dan tawakkalku berserah diri kepada-Nya, maka aku menjadi berlimpah uang. Tapi hal itu sangat rahasia dan kujaga baik agar aku kelihatan tetap menjadi nelayan yang miskin dan menderita. Namun sebagai uangku aku sumbangkan kepada mesjid, anak yatim dan orang miskin sedarah Trenggalek dan Pacitan serta Tulung Agung di Jawa limur.

Setelah tiga malam iumat Kliwon selama tiga bulan, istriku yang curiga membuntuti aku dan kedok pernikahanku dengan bidadari terbuka. Semua kenyataan indah itu Iuluh lantak dan hancur total. Dewi Purwanti tidak mau menemuiku lagi dan Pulau Kayangan itupun, tak pernah lagi keluar ke permukaan laut hingga sekarang.

Pada tahun 2017 awal, kehidupan hancur total. Emas telah habis, dan yang baru tak kudapatkan lagi serta uang depositoku di Bank, sudah habis terkuras untuk membeli tanah, kendaraan truk sepuluh unit di Surabaya.

Saat hancur begini, Kini aku selalu tetap datang ke lokasi selatan Pacitan, 60-an mil dari Pulau Jawa di samudera Hindia, sambil berharap pulau itu akan muncul lagi. Dan aku bukan hanya bisa menginjak lagi Pulau Kayangan itu, tapi aku dapat menemukan kembali istriku yang gaib yang super jelita. Bukan hanya butuh emas pemberiannya, tetapi juga, jujur, aku sangat merindukannya.

Karena aku sangat cinta kepada dirinya, sama sebagaimana aku mencintai Suryati, istri yang telah memberiku tiga anak. Suryati mendukung aku tetap beristri gaib bidadari Dewi Purwanti. Namun semuanya sudah terlambat karena Dewi Purwanti pergi jauh dan takkan kembali lagi. Dia murka karena terbongkar rahasia ini oleh Suryati istriku yang pertama.

Aku tidak marah kepada Suryati karena kuanggap Allah hanya memberikan kebahagiaan sesaat itu, hanya tiga bulan, lalu takkan kutemui lagi mungkin hingga aku mati. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar